Rayakan Rezeki dengan Secangkir Kopi

Kami terus berjalan sepanjang Jl Tenes. Acara peringatan Hari Guru belum lagi berakhir. Tapi hawa sudah terasa begitu gerah. 

Menunggu undian doorprize, ah, sebuah acara yang sangat menjemukan. Lagipula jika dihitung secara matematika, peluang untuk dapat hadiah kecil sekali.

Bisa dibayangkan, seandainya ada 100 hadiah yang disediakan, dan peserta apel hari ini adalah 7000 menurut Pak Kadinas, maka peluang kita mendapat hadiah adalah 100/7000 atau 1/70. 

Daripada menunggu, lebih baik cari acara lain sajalah. 

Lantas kemana acara hari ini? Ngopi of course! Energi perlu dicas kembali. 

Depan Kopi-O, dokumentasi pribadi

Beberapa sumber mengatakan kopi dapat membuat kita lebih bahagia dan produktif karena kopi dapat meningkatkan energi.

Ya, kopi memang identik dengan kafein, stimulan yang dapat meningkatkan energi seseorang.

Pada mulanya Kayutangan menjadi rencana tujuan kami, namun karena ternyata dekat Gajayana terdapat tempat ngopi, yaitu Kopi-O, akhirnya tujuan bergeser ke sana.

Nuansa kedai Kopi-O demikian nyaman. Ada yang tempat duduknya di setting berdua-dua, berempat, juga di sofa. Karena kami berenam tentunya kami pilih sofa. Biar gayeng ngobrolnya, eh…

Snack Time Kopi O, dokumentasi pribadi

Ruangan yang didominasi warna hitam dengan berbagai ornamen di sana- sini membuat suasana ‘muda’ kian terasa. Ada sebuah bagian yang berisikan alat musik. Bayangan saya mungkin di malam hari ada live music yang membuat suasana menjadi lebih gayeng.

Tak lama menunggu, pesanan kamipun datang. Kopi Nanyang kosong, lemon tea, kopi susu dan Milo. Eh, apa artinya kopi kosong? Ternyata gula dan kopinya dipisah, tapi tidak boleh terlalu jauh, karena itu bikin rindu..😅

Masih tentang pesanan, supaya jagongan lebih gayeng masih ada sepiring pisang goreng menemani kami. 

Pesanan kami, dokumentasi pribadi

Kata Mbaknya ada 20 potong pisang goreng dalam sebuah piring besar. Tidak seperti yang biasa dijumpai, kali ini pisang goreng dilengkapi susu dan keju parut. Ah, so sweet..

Begitu kopi datang diskusipun dimulai. Ya, sebuah diskusi penting tentang masa depan, masa kini dan masa lalu. Betapa kita yang berpijak di masa kini harus punya visi ke masa depan dengan cermin peristiwa masa lalu. Aha.. melip dikit ….

Tak terasa Azan Dhuhur berkumandang. Sebuah pengingat bahwa diskusi harus segera diakhiri. Pekerjaan rumah di akhir pekan sudah menanti. 

Berfoto di lobby, dokumentasi Ahfi

Setelah berfoto sebentar di lobby, kamipun beranjak pergi. Terima kasih atas rezeki hari ini. Bahagia adalah rezeki, bertemu teman dan ngobrol adalah rezeki. Dan kata Joko Pinurbo sastrawan kondang itu, “Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”

Selamat berakhir pekan…😉

Klepon, Si Kaget Nyemprot yang Kaya Filosofi

Klepon. Sebuah nama yang singkat tapi menimbulkan sensasi tertentu bagi para penggemarnya. 

 Mendengar kata klepon akan terbayang kue berbentuk bulat kenyal yang berwarna hijau dengan taburan kelapa di atasnya. Tak ketinggalan ada gula merah yang ada di dalamnya, sehingga saat masuk mulut, dengan manisnya kue ini akan menyemprot lidah kita. So sweet.

Karena perilakunya yang seperti itulah beberapa menamakan kue ini kue kaget nyemprot. He.. .he.. tidak salah juga sih..

Tidak hanya di Indonesia, Belanda juga mengenal kue klepon ini. 

Dalam buku Indisch leven in Nederland karya J. M. Meulenhoff, diperoleh informasi bahwa klepon sudah ada di Belanda sejak tahun 1950 an. Konon yang membawa kuliner ini ke Belanda adalah seorang imigran asal Pasuruan, Jawa Timur.

Klepon, sumber gambar: Genpi

Kue klepon dibuat dari tepung beras dan tepung ketan yang dicampur dengan daun suji dan air, diuleni lalu dibentuk bulat-bulat. Di bagian dalamnya dimasuki gula merah yang akan lumer ketika bulatan adonan tadi direbus dalam air panas.

Menyajikan klepon cukup taburi dengan parutan kelapa dan letakkan di piring saji.

Sambil duduk santai , ngobrol bersama sahabat atau keluarga kiranya klepon adalah hidangan yang patut direkomendasikan.

Klepon pelangi, Sumber gambar: Cookpad

Dalam perkembangannya klepon tidak hanya berwarna hijau, tapi juga memakai warna lain. Bahkan ada juga klepon pelangi. Cantik sekali..

Tahukah pembaca bahwa selain cantik dan lezat, ternyata ada filosofi manis yang terkandung dalam hidangan ini?

Dibalik adonan klepon yang sepertinya tidak ada rasanya tersimpan manis yang luar biasa. Maknanya jangan menilai orang dari penampilan luarnya. Bisa jadi penampilan yang biasa biasa saja ternyata menyimpan keistimewaan yang luar biasa.

Hidangan klepon kurang lengkap tanpa adanya taburan kelapa. Taburan kelapa membuat klepon teras makin sedap.

Perjuangan untuk mendapatkan daging kelapa, sumber gambar: InfoPublik

Ini bermakna bahwa segala sesuatu perlu perjuangan untuk meraihnya. Bukankah sebelum dihidangkan kelapa harus diambil dari batoknya, dikupas lalu diparut? Perlu perjuangan untuk mendapatkan taburan kelapa penyedap klepon.

Hmm, tidak hanya lezat. Dibalik kenyal dan manisnya klepon ternyata ada filosofi baik di dalamnya. 

Jadi, tunggu apa lagi.. yuk, mari menikmati klepon bersama secangkir kopi agar hangat terasa di  hati… 

Antara Saya dan Kompasiana

Perkenalan saya dengan Kompasiana terjadi  tiga tahun yang lalu. Tepatnya Oktober 2020, ketika pandemi sedang merajalela di negeri ini. 

Semua berawal dari anjuran anak saya yang juga menggeluti dunia kepenulisan. Anak saya membuatkan akun Kompasiana ketika tahu saya punya banyak tulisan di blog.

“Daripada dibaca sendiri, ‘kan lebih baik kalau yang baca banyak, Buk?” katanya saat itu. Saya menurut saja. Lagipula senang juga jika tulisan saya dibaca oleh banyak orang.

Apa yang saya peroleh dari Kompasiana setelah tiga tahun bergabung? Banyak. Yang paling bisa dirasakan, kepercayaan diri dalam menulis semakin tinggi.

Semula saya agak ragu apakah tulisan saya bisa dinikmati pembaca atau tidak. Tapi komentar dan apresiasi teman- teman sungguh meningkatkan semangat dan rasa percaya dalam diri saya untuk terus menulis.

 Hingga tahun ketiga ini, hampir 500 tulisan yang sudah saya buat. Kalau dihitung rata rata satu tulisan tiap dua hari. Bagi saya cukup lumayan, meski banyak teman yang jauh lebih produktif daripada saya.

Bersama Kompasianer Mbak Naz, dokumentasi pribadi

Tulisan yang saya buat banyak berkisar tentang dunia sekolah. Ya, saya menulis apa yang saya lihat. Di samping untuk bercerita,  saya juga ingin memberi inspirasi pada siswa saya bahwa menulis adalah dunia yang mengasyikkan. 

Hal lain yang saya dapatkan dari Kompasiana adalah banyak teman. Bergabung di grup KPB, Kompasianer Pendidik juga Pulpen membuat kami bisa saling bertegur sapa. 

Saya merasa mempunyai banyak saudara dari Sabang sampai Merauke, bahkan sampai manca negara.

Saling menyapa, menunjukkan foto makanan pas sarapan atau makan siang, membuat pertemanan kami terasa demikian akrab. Ya, betapa banyak keunikan di daerah kami masing-masing. 

Lewat grup whatsapp, biasanya kami juga bertukar tips atau hal hal penting lainnya.

Pertemanan bahkan bisa berlanjut sampai copy darat juga.

Copy darat pernah saya lakukan dengan Mbak Naz dan Bu Yayuk. 

Dengan Mbak Naz kami pernah ketemuan di Matos (Malang Town Square). Ketika itu Mbak Naz mengantar putrinya mencari tempat kost di daerah Malang karena putrinya diterima di Universitas Negeri Malang.

Dengan Bu Yayuk bahkan kami pernah menikmati Mie Bakar Celaket bersama. Gara- gara Kompasiana kami sadar bahwa kami sebenarnya tetangga dekat sekali.

Sekolah Bu Yayuk di SMP Cor Jesu dan saya di SMP Negeri 3 Malang. Hanya sepuluh menit jalan kaki. 

Bersama Bu Yayuk saya pernah diajak berjalan-jalan menjelajah SMP Cor Jesu yang ternyata sangat mempesona.

Di dalam museum mini SMP Cor Jesu, dokumentasi pribadi

Ternyata banyak sekali benda-benda bersejarah di sana.  Waktu itu saya diajak menikmati benda benda koleksi museum mini Malang Ursulin Gallery,  seperti piano buatan Jerman sekitar tahun 1895, koleksi foto-foto lawas mengenai bangunan CorJesu sebelum dan sesudah agresi militer Belanda 21 Juli 1947. 

Bersama Kompasianer Yayuk di SMP Cor Jesu, dokumentasi pribadi

Bahkan benda-benda administrasi sekolah seperti rapor dan buku tata usaha di masa lalu tersimpan rapi dalam sebuah kotak kaca besar

Sebuah perjalanan yang menyenangkan, dan itu saya dapatkan karena berkenalan dengan Bu Yayuk lewat Kompasiana.

Lewat Kompasiana juga akhirnya saya bisa bertemu kakak kelas saya semasa SMA, penulis yang sangat produktif Pak Budi Susilo.

Ikut serta dalam berbagai event lomba adalah moment yang sangat menyenangkan. Lebih-lebih ketika menang dan mendapat hadiah. Wow… Sesuatu rasanya..

Tumbler hadiah dari event lomba KPB, dokumentasi pribadi

Ya, banyak yang saya peroleh setelah tiga tahun bergabung di Kompasiana. Saling silaturahmi , dan berbagi inspirasi dengan sesama Kompasianer, itu yang paling membahagiakan. 

Sebenarnya saya ingin sekali ikut Kompasianival sebagai ajang pertemuan dengan teman teman Kompasianer. Namun sepertinya belum bisa karena di samping jauh, juga diadakan pas agenda kegiatan agak padat.

Singkatnya antara saya dan Kompasiana ada kedekatan yang sangat. Setidaknya itu menurut perasaan saya, karena beberapa teman atau siswa memanggil saya dengan sebutan Bu Kompasiana atau Bu Kompas. He..he.. padahal antara keduanya sangat berbeda.

Akhirnya menjelang ulang tahunnya yang ke 15, saya berharap semoga Kompasiana  senantiasa menjadi tempat yang menyenangkan bagi kami untuk berbagi cerita , inspirasi dan menebar kehangatan silaturahmi.

Salam Kompasiana 😊

Antara Jemblem, Goplem dan The Smokie

Tentunya pembaca bertanya-tanya. Apa hubungan antara jemblem, goplem dan The Smokie? Aha, ada kaitan yang begitu erat antara ketiganya. Chemistrynya begitu istimewa. Setidaknya bagi saya. 

Tidak percaya? Let’s check itu out!

Hari itu pembicaraan di Sidohealing ramai membahas mengenai makanan. Mulai dari wingko, gandhos, klepon, bugis, jemblem sampai goplem. 

Saya sendiri tidak tahu kenapa diskusi begitu intens. Ah ya, mungkin gara-gara masalah tape goreng kok dinamakan rondo royal. 

He..he… Kata ‘rondo royal’ selalu mengingatkan saya ketika SD dulu. Di soal THB soal ini keluar dan jawaban saya ditertawakan ibuk.

Persisnya saat itu pertanyaannya adalah Rondo royal iku jenenge ….

Rondo royal atau tape goreng, sumber gambar: cookpad

Nah dengan semangat saya yang waktu itu yang duduk di kelas tiga SD menjawab: wong sing senengane ngekek i.. (orang yang suka memberi). 

Lha benar ‘kan? Royal kan artinya suka memberi?

Oleh ibuk baru dijelaskan kalau ‘rondo royal’ itu nama lain tape goreng. He .he… Jauh sekali ya..

Nah, dari ‘rondo royal’ pembicaraan terus berkembang ke jenis makanan lain. Biasalah, yang namanya perempuan masalah makanan selalu jadi isu yang menarik. 

Mulai dari klepon yang punya nama lain kue kaget nyemprot, bugis yang cara membungkusnya begitu khas, iwel-iwel sampai akhirnya ke masalah jemblem dan goplem. 

Klepon atau kue kaget nyemprot, sumber gambar: cookpad

Dari pembicaraan itu saya baru tahu bahwa jemblem mempunyai saudara kembar yang bernama goplem.

Dua hidangan dari singkong itu memang sangat familier bagi kita. Ciri khasnya adalah terbuat dari singkong dan tengahnya ada gula merah lalu digoreng. 

Bedanya jemblem dibuat dari singkong mentah diparut dan dicampur dengan parutan kelapa, lalu tengahnya diberi gula merah, dibentuk bulat lalu digoreng. 

Sedangkan goplem dibuat dari singkong matang yang dihaluskan dan ditengahnya diberi gula merah, dibentuk bulat lalu digoreng. Goplem kadang dinamakan juga dengan getuk goreng.

Goplem, sumber gambar: cookpad

Jemblem maupun goplem enak dihidangkan hangat-hangat, apalagi disertai kopi hitam. Kane lop ..pokoknya..

Dalam bahasa Jawa jemblem maupun goplem mempunyai arti yang hampir sama yaitu chubby. Hmm… Mengingatkan saya pada pipi seseorang…😀✌️

Lalu apa hubungan jemblem goplem dan The Smokie? 

Nah, ini cerita zaman saya kecil.. Bapak saya adalah penggemar The Smokie, Deep Purple, Rod Steward dan seangkatannya. Tiap pagi bapak selalu nyetel lagu mereka di tape kecil merk Sharp dan dimasukkan salon sehingga suaranya jadi keras. 

Lagu yang paling saya hafal adalah I’m Sailingnya Rod Steward dan If You Think You Know How to Love Me dari The Smokie. 

Lagu yang populer di kisaran tahun 1979 ini mempunyai beat yang asyik ditambah suara penyanyinya yang serak menawan 

Nah tiap pagi bapak nyetel lagu ini keras keras, sambil makan jemblem yang dibeli dari tetangga saya. Ah, ya, tugas saya tiap pagi adalah beli jemblem hangat tersebut. 

Jemblem, sumber gambar: sharing memasak

Sambil ngopi dan yang lain ngeteh, kami menikmati jemblem diiringi suara Rod Steward dan The Smokie yang ciamik.  

Aih, benar-benar pagi yang penuh kehangatan, ada minuman, cemilan dan musik. Mantap tenan…..

Bahkan sampai sekarang saat mendengar lagu The Smokie yang berjudul If You Think You Know How to Love Me, saya mesti ingat jemblem..

Buat pembaca, yuk mencoba nyruput kopi sambil dengar The Smokie… Jemblem atau goplemnya jangan lupa ya..😀

Selamat Bertugas di Tempat yang Baru Cin Any …

Cantik, hangat, ramah, bersuara merdu, dekat dengan anak-anak, kira-kira seperti itu kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Bu Any. Meski sebenarnya masih ada yang lain. Suka es goder, suka nyawer, agak usil dan banyak lagi.

Bu Any adalah teman yang menyenangkan. Dia sangat spesial. Utamanya bagi saya. Sejak saya masuk SMP 3 hingga sekarang kami selalu duduk bersebelahan. 

Duduk berdekatan membuat kami sering terlibat diskusi tentang matematika dan anak-anak yang bermasalah di bidang itu.

Sebelum pindah ke SMP 3 sebenarnya sedikit- sedikit saya kenal sosok Bu Any. Tentunya dari cerita anak saya yang pernah bersekolah di SMP 3.

Dalam sebuah kesempatan, HUT Arema, dokumentasi pribadi

Satu lagi hal istimewa dari teman yang satu ini adalah dia suka memotret. Tulisan saya banyak sekali mendapat sumbangan foto dari Bu Any. 

Jika ada event tertentu Bu Any selalu siap dengan kameranya dan hasil pengambilan gambar selalu bagus. Jauh lebih bagus dari punya saya. He..he…

Memasak kebab, dokumentasi pribadi

Biasanya kalau ada event, saya cukup berbisik,”Cin, minta fotonya ya..,”

Wah dengan senang hati Bu Any langsung memberikan foto. Bukan satu atau dua , tapi langsung banyak, sehingga saya bisa leluasa memilih foto yang pas untuk artikel saya.

Dalam suatu periode Bu Any pernah menjadi wakasis. Luar biasa. Tidak hanya dekat dengan siswa, ternyata Bu Any adalah wakasis yang tegas namun tetap dicinta ini anak-anak. 

Kabar tentang promosi Bu Any baru kami ketahui hari Jumat. Ya, beliau akan diangkat sebagai kepala sekolah di SMP Negeri 19 Malang.

Menyiapkan konsumsi , dokumentasi pribadi

Ada rasa terkejut, gembira sekaligus sedih. Gembira, karena ketika teman mendapat promosi kami sesama keluarga Bintaraloka pasti akan ikut gembira. Sedih, karena itu berarti kami harus berpisah tempat tugas.

Aih, Cin, kenapa jadi begini? Pikir saya.

Mungkin Bu Any juga merasakan hal yang sama. Ada gembira juga ada sedih. Ya, kebersamaan yang sudah dijalani bertahun- tahun tidak mungkin akan dilupakan begitu saja. 

Kebersamaan ketika melaksanakan berbagai event, diskusi berbagai masalah siswa, ketika rekreasi atau perjalanan keluar kota, semua menyimpan kenangan yang begitu indah 

Dalam sebuah event, dokumentasi pribadi

Tapi bagaimanapun juga, yang namanya tugas tetaplah tugas. Dengan air mata dan pelukan kesedihan kami melepas kepergian Bu Any ke SMP Negeri 19. Serah terima  dilaksanakan kemarin hari Selasa tanggal 26 September 2023.

Setelah acara serah terima yang begitu hangat siang itu, kami segera balik ke sekolah. Serasa ada yang hilang dalam hati saya. 

Pak Gerry menyumbangkan lagu di acara serah terima jabatan kepala sekolah di SMP 19, dokumentasi pribadi

Ya, tempat sebelah saya tiba-tiba kosong. Buku-buku sudah dibersihkan. Saya sadar, tidak ada yang tersenyum sambil menyapa saya dengan hangat tatkala bertemu di sekolah, “Bu Kompas.., apa kabar…?” 

NB: Selamat bertugas di tempat yang baru Cin Any, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan  kelancaran dalam mengemban amanah yang dibebankan. 🤗🤗