Sinergi SMPN 3 Malang dengan Kader Lingkungan PKK RW 02 Kelurahan Samaan dalam Giat P5

Aula penuh dengan siswa kelas sembilan pagi itu. Semua siswa duduk sesuai kelas masing -masing. Mulai kelas 9.1, 9.2 hingga 9.9. Sementara itu Bapak ibu guru pendamping duduk di bagian belakang ataupun di depan siswa.

Para narasumber siap dengan berbagai peralatan, dokumentasi pribadi

Di meja depan lima orang narasumber dengan beberapa guru sudah siap dengan berbagai peralatan yang akan digunakan untuk mengajak semua siswa belajar tentang pembuatan kompos.

Menyanyikan lagu P5, dokumentasi pribadi

Hal yang istimewa semua narasumber adalah ibu-ibu. Ya, beliau semua adalah kader lingkungan Pokja 3 RW2 Kelurahan Samaan Malang. Sebuah Kelurahan yang lokasinya berdekatan dengan SMP Negeri 3 Malang .

Pengarahan dari Ibu Ari, dokumentasi pribadi

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars SMP Negeri 3, semua yang hadir di aula bersama menyanyikan lagu P5. Suasana terasa demikian meriah karena semangat yang tercipta.

Peserta antusias mendengarkan penjelasan narasumber, dokumentasi pribadi
Kuis dan tanya jawab, dokumentasi pribadi

Para narasumber pagi itu memaparkan sekaligus praktik bagaimana cara membuat pupuk kompos baik dari daun kering maupun limbah dapur.

Tentang Pupuk Kompos

Membuat kompos, dokumentasi pribadi

Kompos adalah sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan dan bentuknya pun berubah menjadi menyerupai tanah, tidak berbau serta banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Astuti, 2019).

Proses penguraian bahan organik menjadi kompos ini terjadi dengan adanya bantuan dari mikro-organisme aktif, bisa bakteri, jamur ataupun mikroba.

Kompos banyak memberikan manfaat pada lingkungan karena banyak mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman.

Proses pembuatan pupuk kompos secara umum sebagai berikut:

Menuang cairan EM4, dokumentasi pribadi

1. Cacah sampah organik atau daun menjadi bagian yang lebih kecil. Semakin kecil , ukuran, sampah akan lebih mudah terurai.

2. Tempatkan dalam ember yang bagian bawahnya diberi lubang dan tempat penampungan air lindi (air yang timbul dari hasil pengomposan)

Ember yang digunakan siswa pagi itu adalah komposter yang terbuat dari dua buah kaleng cat. 

Komposter, dokumentasi pribadi

Kaleng pertama mempunyai lubang untuk keluarnya air dari proses pengomposan. Kaleng kedua untuk menampung air tersebut yang bisa dikeluarkan lewat kran yang melekat di kaleng.

3. Campur sampah organik hasil pencacahan dengan tanah ke dalam ember tempat melarutkan sampah dengan aktivator EM4.

Tuangkan juga molase kurang lebih 250 cc ke dalam campuran sampah organik dengan tanah.

Praktik pembuatan kompos, dokumentasi Tyas

4. Aduk-aduk sampah dan tanah dengan merata, lalu tutup rapat, lalu simpan di tempat teduh. 

5. Aduk kompos setiap 1 minggu agar proses pengomposan berjalan dengan baik.

Pupuk kompos akan siap digunakan biasanya pada bulan ketiga.

6. Air lindi yang tertampung pun bisa menjadi pupuk cair yang bagus untuk tanaman.

Tidak ada kompos yang tidak jadi, demikian pesan narasumber. Jika kompos terlalu cair atau mengeluarkan magot (belatung), tinggal ditambah dengan tanah.

Sesudah mendapatkan penjelasan di aula, siswa langsung mempraktekkan pembuatan kompos di halaman sekolah deengan bimbingan  narasumber.

Sebelum praktik dilakukan siswa terlebih dahulu menyiapkan. komposter, sampah dapur yang sudah dibawa dari rumah  juga sampah daun yang sejak kemarin dikumpulkan dari halaman sekolah.

Lalu apa saja manfaat yang bisa diambil dari kegiatan ini? Banyak. 

Ibu Kepala Sekolah, guru dan narasumber, dokumentasi Tyas

Utamanya siswa menjadi lebih peduli pada lingkungan terutama bagaimana melakukan pemilahan dan pengolahan sampah untuk dijadikan sesuatu yang berguna.

Ya, tidak boleh kita lupakan bahwa Indonesia darurat sampah. Penuhnya kapasitas TPA di beberapa daerah menunjukkan bahwa sampah adalah masalah yang serius. Tanpa  pengolahan yang baik, masalah sampah bisa menjadi bencana bagi kita semua.

Lewat kegiatan ini siswa juga diajak peduli pada lingkungan dengan menjadikannya lebih hijau dan asri. 

Sesuai dengan tema P5 kali ini yaitu Revolusi Hijau Bintaraloka, pupuk kompos yang dihasilkan nantinya akan dipakai untuk taman sekolah supaya menjadi lebih subur dan indah.

Hal lain yang tak kalah penting adalah  lewat  kegiatan ini terwujud sinergi yang baik dari sekolah dengan masyarakat sekitar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

Ya, seperti yang diungkapkan Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara bahwa kemajuan pendidikan bergantung pada  tripusat pendidikan yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat.

Semoga bermanfaat, Salam Kompasiana ..

Yuli Anita

Leave a Comment

Your email address will not be published.

51 views