Belajar dari Film Jumbo, Sahabat dan Keluarga Adalah Harta yang Sungguh Tak Ternilai Besarnya

Sedikit demi sedikit

Engkau akan berteman pahit

Luapkanlah saja bila harus menangis

Anakku, ingatlah semua

Lelah tak akan tersia

Usah kau takut pada keras dunia (ost film Jumbo)

Saya menonton film ini di Dieng Cyber Mall Plaza yang tidak jauh dari rumah. Kami mengambil jadwal tayangan di pukul 12.40 WIB di hari Sabtu (05/04). Berlima, 3 orang dewasa dan dua bocil kami berangkat selepas sholat Dhuhur.

Ketika kami sampai di lokasi, suasana sudah demikian ramai dan didominasi anak kecil. Ya,  karena hari itu masih dalam suasana libur lebaran banyak yang memanfaatkan waktu untuk jalan bareng anak-anak. Apalagi dari berbagai review film ini tampaknya sangat menarik.

Film Jumbo, Sumber gambar : Beautynesia

Dari suasana di dekat pintu masuk, tampak sekali bahwa Film Jumbo ini sangat menyedot perhatian. Kehadiran poster Jumbo dengan warna- warni ceria mengalahkan poster-poster film lain yang didominasi oleh film horor.

Bahkan untuk berfoto bersama di dekat poster tersebut kami harus rela antre.

Film Jumbo bercerita tentang petualangan anak kecil bernama Don bersama Nurman, Mae, Atta dan Meri.

Don dipanggil dengan nama Jumbo karena badannya yang besar dan sering dijadikan bahan ejekan teman-temannya terutama oleh Atta.

Ayah dan ibu Don (yang diisi dengan suara Ariel dan Bunga Citra Lestari) sudah meninggal. Dan sebelum meninggal keduanya membuat sebuah buku cerita yang tokohnya adalah seorang anak yang mirip Don.

Buku cerita itulah yang selalu dibawa Don kemana-mana karena ia merasa itulah kenang- kenangan yang sangat berharga dari ayah dan ibunya.

Jumbo dan buku ceritanya, sumber gambar : Popmama

Don tumbuh menjadi anak yang suka bercerita. Dan ketika akan diadakan semacam kompetisi pagelaran karya anak-anak,  Don mendaftar bersama teman- temannya yaitu Mae, dan Nurman.

Atta juga ikut mendaftar. Tapi karena kuota peserta sudah terpenuhi, ia tidak bisa ikut kompetisi. 

Sementara itu, Jumbo yang mendaftar sesudah Atta justru diterima karena tepat ketika ia mendaftar, ada satu peserta yang mundur. Jadi Jumbo dan teman-temannya yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kompetisi

Hal ini yang membuat perseteruan antara Jumbo dan Atta semakin tajam. Dalam perjalanan kisah ini Jumbo dan teman- temannya bertemu dengan hantu cilik Merri, dan menghadapi berbagai peristiwa yang seru dan menegangkan.

Lalu bagaimana akhir dari kompetisi ini? Akankah Jumbo yang menang atau Atta? Sepertinya melihat sendiri film ini akan terasa lebih menarik

Menonton film Jumbo membawa kita masuk lebih ke dalam dunia anak-anak yang penuh warna. Ada ceria juga ada duka.

Dalam cerianya dunia mereka anak-anak kadang dihadapkan pada masalah yang cukup pelik, seperti Atta yang ingin mencari uang guna membantu biaya berobat kakaknya, Jumbo yang yatim piatu, ataupun Nurman yang tiap hari harus mengurus kambing kambing kakeknya.

Dialog-dialog sederhana antara Jumbo dan Oma ( suara diisi oleh Ratna Rintiarno) terasa sangat menyentuh.

Jumbo dan Oma, sumber gambar :Yoursay

Kata yang paling mengesankan menurut saya adalah ketika sang Oma mengatakan,”Sebuah cerita tidak akan menjadi cerita, jika tidak ada yang mau mendengar,”

Sebuah nasehat yang sangat bijak untuk mengajak kita supaya jangan hanya suka bicara untuk didengar, tapi cobalah untuk mendengar apa yang dikatakan orang lain.

Kehadiran lagu Kumpul Bocah yang pernah dipopulerkan oleh Vina Panduwinata (dinyanyikan kembali oleh Maliq & D’essentials) membuat film ini terasa demikian manis. 

Lagu Selalu Ada Di Nadiku yang dinyanyikan Jumbo pas perform mempunyai lirik yang demikian menyentuh. Sangat mengharukan.

Sebagai karya anak bangsa yang digarap oleh 400 pekerja kreatif di Indonesia, mulai dari  musisi, visual artist, animator, penulis naskah, dan technical engineer film ini sangat membanggakan

Film yang ditayangkan di 17 negara ini pemirsanya tembus satu juta lebih di tujuh hari penayangannya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa karya anak bangsa juga mampu bersaing di kancah internasional, bahkan memperkuat eksistensi Indonesia di industri animasi. 

Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari film yang disutradarai oleh Ryan Adriandhy ini. 

Film yang mengangkat tema persahabatan, bullying juga trauma masa lalu  ini mengajarkan pada kita untuk selalu bersyukur, tegar menghadapi hidup, serta menyadari bahwa  dan keluarga serta sahabat adalah sebuah kekayaan yang sungguh tak ternilai besarnya.

Mufasa The Lion King, Cerita Tentang Hancurnya Sebuah Persahabatan

Libur semester adalah saat istimewa di mana saya bisa jalan jalan lebih leluasa dengan anak saya. Setelah pekan penerimaan rapor yang begitu sibuk, hari Minggu kemarin saya diajak anak saya menonton film Mufasa Lion King di Cineplex Matos Malang.

Rencana sebenarnya kami ingin melihat Moana 2, tapi karena kehabisan tiket kami putuskan untuk menonton Mufasa The Lion King yang diputar satu jam berikutnya (pukul 15.00 wib)

Kami sama sama penggemar film Lion King , jadi melihat film ini rasanya juga surprise, karena kami tidak menduga kalau Mufasa juga sedang diputar di bioskop-bioskop

Film yang disutradarai oleh Barry Jenkins dengan naskah yang ditulis oleh Jeff Nathanson ini menampilkan tokoh-tokoh yang sebelumnya sudah ada di Lion King dengan beberapa tokoh tambahan.

Tiket masuk, dokumentasi pribadi

Film yang bercerita dengan latar sabana  Afrika ini sangat menarik. Mengapa? Tokoh- tokohnya yang semua merupakan binatang tampil unik sesuai karakter masing masing. Di film ini kita akan berjumpa kembali dengan tokoh setia di film Lion King sebelumnya seperti Rafiki, Timon, Pumbaa juga Zazu.

Film Mufasa The Lion King ini punya kaitan erat dengan Lion King 1. Jika Lion King 1 bercerita tentang perjuangan Simba merebut tahta dari Scar, maka Mufasa The Lion King bercerita tentang perjuangan Mufasa menjadi raja di Milele atau Pride Rock.

Dalam Lion King 1 terdapat tokoh antagonis yang mengusir Simba dari kerajaan ayahnya yaitu Scar. Dengan licik Scar mengusir Simba dari kerajaan dan merebut tahta dari Mufasa.

Ketika melihat Lion King 1 timbul pertanyaan dalam benak saya,  jika Scar memiliki tabiat begitu licik, mengapa ia masih ‘diberi tempat’ oleh Mufasa? Nah, pertanyaan saya itu ternyata terjawab di film Mufasa The Lion King ini.

Salah satu adegan dalam Mufasa The Lion King, sumber gambar: Variety

Film diawali dengan adegan Rafiki  yang bercerita pada Kiara, anak Simba  tentang sejarah kakeknya yaitu Mufasa. 

Dengan dilengkapi celoteh Timon dan Pumba, Rafiki pun bercerita masa kecil dan perjuangan Mufasa.

Mufasa kecil sering mendapatkan cerita dari kedua orang tuanya tentang sebuah tempat yang sangat indah bernama Milele. Tempat dimana pepohonan begitu banyak, dan air melimpah sehingga berbagai macam fauna senang tinggal di dalamnya.

Banyak hewan mengatakan bahwa Milele hanyalah dongeng, tapi tidak dengan orang tua Mufasa.

Dalam perjalanan mencari Milele terjadi sebuah tragedi di mana Mufasa hanyut dan terpisah dari kedua orang tuanya.

Mufasa diselamatkan oleh Taka, seekor singa yang  begitu ingin mempunyai saudara.

Taka dan Mufasa, Sumber gambar: CNN Indonesia

Kehadiran Mufasa dalam keluarga Taka ditolak oleh ayah Taka yaitu Obashi, karena Obashi beranggapan sebagai calon raja Taka tidak boleh bergaul dengan binatang asing.

Namun tidak demikian halnya dengan Eshey, ibu Taka. Eshey menerima kehadiran Mufasa. Dalam sebuah peristiwa pertempuran dengan rombongan singa putih yang dipimpin oleh Kiros, Mufasa telah menyelamatkan Eshey dan hal ini membuat Obashi bisa menerima kehadiran Mufasa.

Kiros, sumber gambar: CNN Indonesia

Ketika rombongan singa putih kembali menyerang, Mufasa dan Taka tak mempunyai pilihan lain selain pergi menyelamatkan diri.

Dalam perjalanan mencari tempat untuk menyelamatkan diri ini Taka merasakan bahwa dalam banyak hal Mufasa mempunyai kelebihan dari dirinya, seperti keberanian, juga insting dalam membaca alam. 

Kehadiran singa betina Sarabi membuat hubungan keduanya semakin merenggang, bahkan akhirnya putus.

Nah, bagaimana cerita selanjutnya?  Mengapa nama Taka berubah menjadi Scar? Melihat sendiri film ini sepertinya lebih menarik.

Berbeda dengan Lion King 1 dan 2  yang merupakan film animasi, Mufasa The Lion King dibuat dengan menyatukan teknis pembuatan film live-action dengan gambar komputer yang realistis. 

Saya sendiri lebih suka jika filmnya dibuat kartun saja seperti Lion King 1 sebelumnya. Mengapa? Lebih lucu, juga dengan animasi sosok dan karakter masing masing tokoh terlihat jelas. 

Misal Mufasa yang berwarna kuning oranye , wajahnya menunjukkan singa yang bijaksana. Berbeda dengan Scar yang berwarna keabu- abuan. Tatap mata dan senyumannya menunjukkan bahwa dia singa yang licik dan jahat.

Lepas dari itu, dukungan sound effect yang megah, visual yang cantik , juga lagu- lagu membuat film drama musikal ini  ini mempunyai daya tarik tersendiri.

Bersama Kimi , dokumentasi pribadi

Sebagai pengisi liburan film ini recommended terutama buat anak kecil. Saya sendiri menonton dengan Kimi, si kecil kesayangan kami😃

Mufasa The Lion King. Film yang  banyak memberikan pelajaran bagi kita terutama tentang kegigihan, keberanian, kesetiaan dan kasih sayang.

Ini Film Horor, Jadi Tolong Hargai Saya, Sebuah Review Film “Rumah Dinas Bapak”

“Jadi nonton yang jam berapa?” tanya anak saya Minggu pagi itu. Ia memang berjanji akan mengajak saya melihat Rumah Dinas Bapak, film Dodit yang terbaru.  Demi melihat ekstra film ini ketika kami menonton film Sekawan Limo, saya benar-benar penasaran dengan film ini. 

“Ini horor ‘kan? Jam satu siang saja ya Le..,” kata saya. 

He.. he..sengaja saya pilih jam satu siang karena cuaca terang benderang. 

Aslinya saya memang agak penakut, kurang suka film horor. Tapi karena pemain utamanya Dodit, saya langsung kepingin lihat. Bagaimana bisa tampilan seperti Dodit hendak menakut-nakuti para penonton, pikir saya 

Akhirnya deal, kami menonton film jam 13.15 di Dieng Cyber Mall yang jaraknya kira-kira 15 menit dengan berkendara sepeda motor dari rumah kami.

Dokumentasi pribadi

“Ini film horor, jadi tolong hargai saya,” 

Kalimat itu muncul di awal cerita dan memaksa penonton tertawa melihat gaya Dodit yang sok serius 

Film ini bercerita tentang masa kecil Dodit. Keluarganya harus pindah karena ayah, sang kepala keluarga (diperankan oleh Dodit Mulyanto) mendapat tugas baru di hutan terpencil di kawasan Blitar.

Adegan dibuka dengan pindahan sebuah keluarga menuju daerah lain. Pick up yang berisi berbagai macam barang sudah siap membawa keluarga ini berangkat menuju tempat tugas baru.

Mereka berangkat ke tempat baru pada hari Kamis Kliwon. Ibu (Putri Ayudya), Dodit kecil (Oktavianus Fransiskus), Mbak Lis (Yasamin Jasem), dan Mas Dewo (Elang El Gibran) meski berat hati juga ikut pindah.

Begitu datang di rumah dinas, berbagai pertanda buruk muncul. Tempat yang mereka tinggali ternyata angker dan menyimpan cerita sedih di masa lalu. Rumah mereka ternyata dulunya adalah penjara bagi blandong atau pencuri kayu di zaman penjajahan Belanda.

Di bagian depan rumah terdapat bangunan seukuran kamar yang dulunya dipakai untuk memenjarakan Mimin, kekasih pemilik rumah yang dalam keadaan hamil hingga melahirkan dan meninggal di situ.

Poster dekat pintu masuk bioskop, dokumentasi pribadi

Arwah Mimin yang penasaran selalu melakukan teror pada keluarga yang tinggal di rumah ini setiap hari Kamis Kliwon. 

Akhirnya film ini banyak berisi  teror yang dilakukan Mimin setiap Kamis Kliwon. 

Teror Mimin kian menjadi ketika Mbak Lis melahirkan. Bahkan Mimin berani menculik bayi Mbak Lis dan dibawa ke kamarnya yang merupakan ruangan penjara di rumah itu.

Ketika film dibuka dengan monolog Dodit di atas, saya berpikir pasti film ini tidak begitu menakutkan. Tapi ternyata dugaan saya salah. Film ini terasa menegangkan apalagi settingnya sebagian besar malam hari. 

Sumber gambar : Foto X Dodit Mulyanto, rri co.id

Efek  dari gambar maupun suara berhasil membangun kesan seram film ini. Untungnya ada Kasno dan Sugeng, dua orang pegawai jogowono yang  membuat ketegangan berkurang karena kelucuan mereka.

Kehadiran Mbah Slamet yang menyingkap cerita masa lalu tentang sejarah rumah itu  membuat alur cerita semakin menarik.

Satu hal yang saya catat , bapak, ibu dan Dewo sama sekali tidak pernah diganggu oleh hantu Mimin. Yang sering diganggu adalah Dodit kecil, Mbak Lis, Kasno dan Sugeng. 

Jika diamati, bapak,Ibu, juga Dewo adalah sosok yang lebih tenang dan tidak penakut dibanding yang lain, jadi secara tersirat film ini memberikan pesan bahwa ketenangan dan keberanian membuat makhluk tak kasat mata lebih sulit mengganggu kita.

Sumber gambar : Sonora.id

Meski alur ceritanya amat sederhana, Rumah Dinas Bapak bisa menjadi alternatif hiburan yang menyenangkan bersama keluarga. Film dengan batas usia 13 tahun ke atas ini bisa membuat kita tegang, sekaligus tertawa geli mendengar dialog dan ulah pemain

Catatan Lain dari Film “Sekawan Limo”

Sekawan artinya empat, dan limo artinya lima. Jika kita berlima sekarang ini , berarti satu dari kita bukan manusia (dialog dalam film Sekawan Limo)

Catatan tentang film Sekawan Limo ini saya buat setelah Rabu siang saya diajak anak saya nonton di Dieng Cyber Mall. Film dimulai pukul 13.15 dan diakhiri pukul 15.15 wib.

Ulasan tentang Sekawan Limo sudah pernah ditulis oleh beberapa Kompasianer. Jujur, saya tertarik melihat film ini karena membaca review dari teman-teman di Kompasiana.

Sehari sebelum review itu tayang, saya berjalan-jalan ke Matos dan membaca poster film ini di Cinepolis. 

Poster Sekawan Limo, dokumentasi pribadi

“Sepertinya bagus ya Buk?” kata anak saya.

“Horor ya..,” kata saya

“Pasti banyak misuhnya,” tambah saya sambil tertawa ketika melihat wajah Bayu Skak ada di sana.

Ya, saya  pernah melihat film dari Bayu Skak sebelumnya  yang berjudul Yo Wis Ben. Dan memang disitu banyak dialog yang memunculkan satu kata khas daerah Malang dan Surabaya. 

Bagi yang terbiasa menggunakannya kata tersebut tidak kasar, bahkan justru menggambarkan keakraban. Namun bagi yang tidak biasa, kata tersebut terasa kasar dan kami menyebutnya “misuh”. 

Membelu tiket masuk, dokumentasi pribadi

Mulanya saya kurang berminat juga karena ini film horor. Tapi ketika diterangkan dalam review bahwa film ini mengandung unsur komedi tapi juga mengharukan, saya jadi tertarik.

Film ini bercerita tentang lima orang yang melakukan pendakian ke gunung Madyopuro. Lima orang tersebut baru bertemu di lokasi (kecuali Bagas dan Leni) yang akhirnya bergabung menjadi satu rombongan.

Banyak peristiwa yang mereka alami selama melakukan pendakian. Dalam film ini digambarkan pergulatan dalam diri masing-masing tokohnya yaitu Bagas, Leni, Dicki, Andrew dan Juna dengan masalah yang membebani diri masing-masing. 

Dokumentasi pribadi

Ya, setiap tokoh di sini mempunyai masalah masing-masing sehingga punya tujuan yang berbeda dalam perjalanan mendaki Gunung Madyopuro. 

Leni ingin menghapus rasa berdosa karena ia merasa menjadi penyebab meninggalnya ibunya, Dicki ingin mencari jimat di Gunung Madyopuro karena ia terlibat judi online sehingga mempunyai banyak hutang.

Juna yang sering di-bully karena anak koruptor, juga Andrew yang kekasihnya hamil dan hubungannya kurang direstui oleh orang tuanya karena keluarga mereka berbeda ‘kasta’. Satu satunya tujuan yang paling sederhana adalah Bagas yang ingin mengantar Leni karena ia suka pada gadis ini.

Ada satu mitos yang mengatakan bahwa jumlah pendaki dalam satu rombongan harus genap, dan dalam perjalanan mereka tidak boleh menoleh ke belakang. 

Di sini cerita berjalan semakin asyik. Karena jumlah mereka dalam satu rombongan adalah lima akhirnya mereka mulai sadar bahwa satu di antara mereka bukan manusia alias dhemit. 

Rasa curiga mulai timbul di antara mereka karena dalam perjalanan mereka terus berputar-putar dan selalu dibayangi hantu masing-masing. 

Menoleh ke belakang. Kata yang berlawanan dengan mitos ini ternyata justru menjadi kunci pemecahan masalah.

Di depan pintu masuk, dokumentasi pribadi

Dengan petunjuk Bagas yang mengajak mereka ‘menoleh ke belakang’, akhirnya satu per satu Leni, Juna, Andrew, Dicki bisa berdamai dengan diri mereka, memaafkan masa lalu mereka dan berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah diperbuat. 

Dengan menoleh ke belakang. Kita bisa berdamai dengan masa lalu, memaafkan kesalahan diri dan berusaha menyelesaikan masalah yang terjadi. Karena masalah seharusnya dihadapi, bukan dihindari. 

Berdamai dengan diri sendiri, menerima dengan ikhlas atas semua masalah sangat diperlukan agar langkah ke depan kita lebih ringan. Mungkin karena itu, tokoh Bagas tidak pernah didatangi sosok hantu, karena ia bisa ikhlas atas masalah yang dihadapi. Masalah yang tidak ringan sebenarnya, karena Bagas yatim piatu sejak kecil.

Mulai awal hingga akhir kita diajak tertawa, tegang, sekaligus terharu secara berganti-ganti. Kadang di titik di mana kita sangat terharu karena dialog-dialog yang tercipta (seperti dalam adegan ketika dhemit yang sesungguhnya mengaku), tiba-tiba kita dibuat tertawa oleh celetukan- celetukan para tokohnya.

Di samping kesetiakawanan dan kegigihan, sekilas film ini juga memberikan pelajaran tentang betapa jahatnya bullying, judi online juga jangan sampai kita melakukan korupsi. Mengapa? Bukan hanya pelaku korupsi yang mendapatkan hukuman, tapi keluarganya juga akan mendapat sanksi dari orang sekitarnya.

Salut pada Sekawan Limo yang hampir seluruh adegannya diisi dengan bahasa daerah. Munculnya dialek Malang, Surabaya bahkan Jogja membuat kita merasakan perbedaan di antara kita terasa begitu indah dan unik.

Menariknya film ini juga menggandeng Kartolo dan Ning Tini, pasangan seniman ludruk yang sangat terkenal. Meski muncul cuma sebentar, dialog antara Kartolo sebagai dukun dan Dicky membuat film ini terasa semakin segar.

Satu catatan terakhir, mungkin sebaiknya kosa kata khas Malang dan Surabaya yang saya sebut di atas sebagai ‘ misuh’ itu dikurangi agar dialog tidak terkesan kasar sehingga film bisa lebih enak untuk dinikmati..😃

Artikel ini ditayangkan di Kompasiana 120724

Berikut Pelajaran Berharga yang Bisa Diambil dari Film “Tegar”

Dia berhak punya cita-cita, berhak punya impian, berhak belajar mandiri.. (Deddy Mizwar sebagai kakek Tegar)

Pagi yang istimewa. Hari belum lagi menunjukkan pukul setengah delapan. Tidak seperti biasanya, pagi itu sepeda motor saya melaju menuju MATOS (Malang Town Square). Ya, hari itu saya bersama beberapa teman guru bertugas mendampingi siswa menonton film Tegar.

Suasana di MATOS bagian depan sudah penuh pengunjung. Semua didominasi oleh siswa. Tampak dari seragam yang dikenakan. Ada yang berseragam Pramuka, ada pula yang berseragam olah raga.

Setelah baris dan melakukan presensi kami masuk ke bioskop Cinepolis, di Malang Town Square lantai atas.

Presensi, dokumentasi pribadi

Semua begitu antusias. Tentu saja, menonton film bersama rasanya sudah lama sekali tidak kami laksanakan. Lebih-lebih selama pandemi.

Siap menonton film Tegar, dokumentasi pribadi

Sesuai edaran Dinas Pendidikan tujuan diadakannya nonton bioskop film Tegar ini adalah untuk sosialisasi pendidikan karakter pada siswa. Kebetulan yang mendapat giliran untuk menonton adalah seluruh siswa kelas 8 dengan didampingi wali kelas masing- masing.

Tentang Film Tegar

Poster film Tegar, sumber gambar Detik hot

Film Tegar digarap oleh Anggi Frisca yang berperan sebagai penulis skenario sekaligus sutradara. Film ini diproduksi tahun 2022 oleh Rumah produksi Aksa Bumi Langit dan Citra Sinema.

Film Tegar berkisah tentang perjuangan seorang anak penyandang disabilitas untuk bisa sekolah.

Lahir dari keluarga kaya, Satria Tegar Kayana kurang mendapat perhatian dari ibunya. Ayahnya sendiri sudah meninggalkan Tegar. Dalam keseharian Tegar selalu ditemani kakek dan pengasuhnya.

Siap menonton film Tegar, dokumentasi pribadi

Mama Tegar selalu mencegah Tegar bergaul dengan orang banyak karena khawatir ia akan mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan karena kondisi tubuhnya.

Pada hari ulang tahunnya yang ke sepuluh Tegar meminta hadiah pada kakeknya agar diperbolehkan sekolah. Kakek Tegar menyanggupinya. Hanya sayangnya takdir berkata lain ketika tiba-tiba kakeknya meninggal.

Suatu ketika mama Tegar harus meninggalkan Tegar selama satu Minggu karena ada urusan pekerjaan. Bertepatan dengan itu pengasuh Tegar mendapatkan kabar bahwa ibunya sakit sehingga diam diam meninggalkan Tegar.

Sepeninggal keduanya Tegar banyak belajar tentang mengurus diri sendiri. Hingga suatu saat ketika ia merasa bosan karena tidak punya teman, Tegar meninggalkan rumah.

Dalam perjalanannya lari dari rumah Tegar bertemu dengan Pak Akbar yang juga penyandang disabilitas.

Melalui Pak Akbar dan Imam anak Pak Akbar Tegar menemukan apa yang dicari selama ini yaitu mempunyai teman dan bisa bersekolah.

Tokoh utama dari film ini adalah aktor cilik Muhammad Aldifi Tegarajasa sebagai pemeran Tegar. Film ini juga menggandeng nama nama terkenal seperti Deddy Mizwar sebagai kakek Tegar dan Ine Febriyanti sebagai ibu Tegar.

Selain M. Aldifi, terdapat aktor lain penyandang disabilitas yaitu Prihartono Mirsaputra yang berperan sebagai penyanyi cafe dan tukang parkir.

Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari film Tegar ini. Di antaranya adalah :

  1. Mensyukuri keadaan, jangan mudah mengeluh. Jika ada kekurangan dalam diri kita, pasti Allah memberikan kelebihan lain pada diri kita. Seperti yang digambarkan dalam film ini, meski penyandang disabilitas Tegar memiliki kemampuan membuat lukisan.
  2. Melalui film ini juga didapatkan pelajaran bahwa anak disabilitas mempunyai keinginan yang sama dengan anak- anak yang lain. Mereka ingin bermain sambil merasakan kegembiraan, keceriaan dan kesenangan berkumpul dengan teman-temannya. Hal tersebut kadang kurang dipahami orang tua. Karena terlalu melindungi anaknya, tidak sengaja orang tua justru mengucilkan anaknya.
  3. Anak disabilitas juga berhak mempunyai mimpi dan mengejar mimpi tersebut seperti anak- anak yang lain. Karena mereka terlahir istimewa selayaknya orang tua menerima dengan besar hati dan memberikan pola pengasuhan yang tepat untuk mereka. Support keberhasilan anak yang utama adalah keluarga.
  4. Dari pertemanan Tegar dengan kawan kawan di sekolahnya bisa diambil pelajaran bahwa persahabatan akan terasa indah bila kita mau menerima perbedaan kita masing-masing.
Pendamping, dokumentasi Bu Fia

Film yang sarat pesan sekaligus mengharukan. Melalui film ini kita diajak memahami bahwa hakekatnya setiap orang dilahirkan berbeda. Adalah penting memahami kelebihan dan kekurangan masing- masing agar hidup terasa lebih indah dan harmonis.

Salam Edukasi ..:)