Tentang Voucher Kompasiana dan Buku-buku di Bulan Juni

“Paket….,” seorang kurir tiba tiba berada di depan rumah saya malam itu. Tepatnya habis Isyak. Saya membukakan pintu dengan agak heran. Sepertinya saya tidak memesan barang apa apa…

Dengan cepat sang kurir membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop. Saya masih penasaran. Dan…. Taraaa… Sebuah amplop panjang bertuliskan Kompasiana diserahkan pada saya.

Sepeninggal sang kurir saya cepat- cepat membuka amplop tersebut. Apa pula ini? Pikir saya penasaran.. Dan … Alhamdulillah.. ada enam voucher potongan harga dari Gramedia masing -masing bernilai Rp25.000,00. 

Voucher dari Kompasiana, dokumentasi pribadi

Subhanallah, rupanya ini hadiah dari tulisan tentang Buku Muhammad yang pernah saya kirimkan saat bulan Ramadhan kemarin.

Sungguh sebuah kejutan yang manis. Sebuah tulisan tentang buku dan berhadiah voucher untuk belanja buku.

Voucher tersebut sampai sekarang  baru saya gunakan dua, yaitu untuk sebuah buku Rara Mendut karya YB Mangunwijaya dan The Cousins karya Karen M McManus

Dari harga 187.000, saya cukup membayar 137.000 . Lumayan sekali bukan? Terima kasih Kompasiana..

Belanja buku dengan memanfaatkan voucher, dokumentasi pribadi

Bulan Juni ini rupanya penuh barokah buku bagi saya. Selain dari Kompasiana, ada buku- buku lain yang datang untuk menunggu dieksekusi di sela- sela persiapan tahun ajaran baru.

Barokah buku yang lain adalah hadiah dari siswa ketika mereka wisuda. Di akhir rangkaian acara wisuda tiba-tiba beberapa anak mendekati saya sambil membawa sebuah buket bunga. 

Di sela-sela buket tersebut ada tiga novel cantik. Dua dari Tere Liye dan satu dari Andrea Hirata. Dari Tere Liye adalah novel Tentang Kamu dan Pergi , sedangkan dari Andrea Hirata adalah Guru Aini. 

Mendapat hadiah buku, dokumentasi pribadi

Sungguh, hadiah berupa buku selalu membuat saya sangat terharu. Apalagi buku Guru Aini bercerita tentang perjuangan seorang guru matematika di sebuah guru terpencil. Mungkin karena saya mengajar matematika, anak anak memberi saya buku tersebut. Terima kasih anak- anak..

Nah, buku berikutnya adalah buku dari Acek Rudy. Buku dengan genre horor yang berjudul Qi-sha, Tujuh Bintang Petaka ini sangat menarik, meski agak serem  covernya. 

Saya pesan buku ini di awal Juni. Karena saya minta edisi bertanda tangan, jadi buku dikirim langsung dari Makassar.

Buku dengan cover berwarna putih itu saya terima dua hari yang lalu, dan saya tidak berani membacanya di malam hari. He..he.. terima kasih Acek Rudy..

Qisha, Tujuh Bintang Petaka, dokumentasi pribadi

Buku bagus tidak cukup dibaca satu kali. Meski beberapa buku sudah pernah saya baca, tapi membaca ulang buku- buku yang disenangi tetap terasa mengasyikkan. Apalagi untuk cooling down setelah berbagai kesibukan di akhir tahun pelajaran. 

Sebuah buku ditemani secangkir kopi adalah sebuah kombinasi yang begitu sempurna. Halaman demi halaman akan menuntun kita menuju imajinasi yang tak terbatas.

Ya, karena begitulah buku. Mereka membiarkanmu bepergian tanpa menggerakkan kakimu.

*Tulisan ini headline di Kompasiana 24062024

Demo yang Paling Aman Adalah Demo Masak

Siang itu suasana Lab Fisika benar benar tidak seperti biasanya. Lab yang biasanya dipenuhi anak anak yang melakukan berbagai percobaan, hari itu juga digunakan untuk melakukan sebuah kegiatan yang mirip percobaan. Hanya saja ‘percobaan’ kali ini tidak menggunakan berbagai peralatan IPA.

‘Percobaan’ kali ini tidak berlangsung  serius buktinya banyak tawa di mana-mana dan bau harum masakan menguar menggoda selera. Suasana terasa demikian gayeng.

Demo masak siang itu, dokumentasi pribadi

Percobaan ditandai dengan aksi tiga orang juru masak dengan ditonton oleh para ibu guru. Tiga orang juru masak sibuk mempraktekkan pembuatan aneka masakan dan menjelaskan tentang fungsi berbagai peralatan yang mereka bawa. 

Aha.. hari itu sedang berlangsung demo menggunakan berbagai alat masak dari Bima. Ada panci panggangan, panci serbaguna, kompor juga cetakan kue apem.

Cetakan kue apem, dokumentasi pribadi

Demo masak selalu menyedot perhatian, utamanya para ibu. Tentu saja, dalam keseharian ibu- ibu sangat dekat dengan dunia memasak. Baik karena kewajiban, menambah penghasilan ataupun sekedar menyalurkan hobby.

Semangat peserta demo masak, dokumentasi pribadi

Banyak manfaat yang bisa diambil dari kegiatan memasak. Manfaat yang bukan sekedar membuat makanan lalu dinikmati bersama.

Tentang manfaat memasak, hasil penelitian yang dimuat dalam International Journal of Humanities and Social Science menuliskan bahwa memasak merupakan prediktor terbaik dari kebahagiaan dan kepuasaan hidup.

Ada kebahagiaan dalam memasak, dokumentasi pribadi

Dengan memasak seseorang mempunyai kebebasan untuk melakukan berbagai kreativitas, seperti menentukan menu, menentukan resep juga mengatur langkah langkah apa saja yang akan dilakukan. Hal tersebut membantu seseorang menjadi lebih fokus, dan sadar atas potensi dirinya.

Dalam memasak, sesudah melalui rangkaian pekerjaan akhirnya bisa dihasilkan makanan tertentu untuk dinikmati. Hal inilah yang bisa menimbulkan kebahagiaan.

Ya, ada kebahagiaan dalam memasak. Hal tersebut tampak pada wajah ibu- ibu yang demikian antusias mengikuti proses demo memasak dan mengajukan pertanyaan tentang berbagai hal yang dirasa perlu.

Peserta demo masak, dokumentasi pribadi

Kebahagiaan semakin tampak ketika koperasi memberikan support pada ibu-ibu untuk  memesan alat masak yang diinginkan. 

Demo paling aman adalah demo masak. Tidak ada orasi yang panas di sana. Satu satunya yang panas adalah api kompor. Panas yang menentramkan. Karena lewat panasnya kompor harumnya aroma masakan langsung  memenuhi ruangan. 

Siang yang penuh inspirasi. Janji para juru masak untuk memberikan berbagai resep masakan, juga support dari Margo Widodo memberikan semangat pada para ibu guru Bintaraloka. Sepertinya ibu ibu guru sudah tak sabar untuk segera praktik membuat berbagai masakan di rumah masing masing.

He..he…jangan lupa bukti praktek dibawa ke sekolah ya…😃

“Sekali Ini Saja”, Sebuah Tampilan Manis  Saxophonis Bintaraloka 

Arena wisuda atau pelepasan siswa kelas 2.4 dan 3.6 tahun ini menyimpan banyak cerita. Utamanya tentang berbagai talenta yang bertaburan di Bintaraloka. Salah satu yang akan saya tulis di sini adalah penampilan dari Jason Aditya dengan saxophonenya yang luar biasa.

Denting irama mengalun lembut membuat hadirin diam sesaat. Tak lama kemudian dari arah pintu masuk, melangkah pelan Jason Aditya dengan tiupan saxophone yang demikian manis. Bagaikan seorang penyihir, ia menghipnotis seisi arena wisuda dengan lantunan saxophonenya.

Penampilan Jason Aditya dengan lagu “Sekali Ini Saja”, dokumentasi pribadi

Dalam berbagai kesempatan Jason sering menunjukkan kepiawaiannya dalam bermain alat musik satu ini. Menurut pengamatan saya sejak kelas tujuh ia sering tampil dalam acara sekolah.

Penampilan Jason selalu menarik perhatian, antara Jason dan saxophone seperti dua hal yang tak terpisahkan.

Alat musik saxophone sendiri adalah alat musik tiup yang ditemukan oleh  Adolphe Sax pada awal 1840 dan terus mengalami perkembangan hingga dipatenkan pada tanggal 28 Juni 1846.

Penapilan Jason Aditya di acara wisuda, dokumentasi pribadi

Alat musik ini sering digunakan dalam musik klasik, drumband, jazz,musik kontemporer maupun solo. Pemain saxophone disebut saxophonis.

Musik terus mengalun lembut. Sekali Ini Saja, sebuah lagu yang pernah dipopulerkan oleh almarhum Glenn Fredly terasa demikian indah. Selain Glenn Fredly lagu ini juga pernah dinyanyikan Rossa dengan aransemen ulang oleh Andi Rianto pada tahun 2022.

Salut pada Jason yang konsisten menekuni alat musik satu ini sehingga bisa tampil di berbagai acara sekolah termasuk wisuda hari itu.

Jason dalam sebuah persiapan acara, dokumentasi pribadi

Melihat usianya yang demikian muda, dan talenta yang selalu diasah tersimpan harapan besar bahwa potensi Jason akan semakin berkembang lagi ke depannya.

Baca juga:

Tentang ‘O Sole Mio’ dan Cinta yang Terpancar di Kala Wisuda

Lampu gedung dimatikan. Suasana menjadi gelap. Intro musik yang mengalun membuat saya tiba- tiba terlempar ke masa lalu.

Dari arah pintu masuk Imraan dengan senyumnya yang khas mengalunkan sebuah lagu. O Sole Mio. Lampu kembali benderang dan suasana terasa demikian hangat.

Che bella cosa, ‘na jurnata ‘e sole (Sungguh indah, hari yang cerah)

N’aria serena doppo ‘na tempesta (Udara tenang setelah badai)

Pe’ l’aria fresca pare già ‘na festa (Udara segar sudah terasa seperti pesta)

Sampai di depan, dua orang penyanyi yang lain muncul. Addin dan Danendra. Aha… The Trinors dengan suara mereka yang demikian memukau mengeksekusi nada nada dari O Sole Mio dengan demikian manis.

Senyum selalu mengembang di wajah mereka. Belum selesai. Menjelang lagu berakhir, muncul Kak Oni. Dan kolaborasi keempatnya membuat lagu ini benar benar terasa istimewa.

Sebuah tampilan yang penuh kejutan. Betapa tidak? Selama ini saya lebih mengenal Imran sebagai pemain pantomim, teater juga dirigen paduan suara.

Penampilan The Trinors dan Kak Oni, dokumentasi pribadi

Addin lebih saya kenal sebagai fotografer yang pendiam, dan Danendra sebagai pemain olah raga. Tapi hari itu mereka seperti menjadi sosok yang lain. Powerful. Dan lewat kolaborasi dengan Kak Oni mereka membuat lagu lawas ini terasa begitu cantik. 

Applaus penonton begitu meriah setelah mereka mengakhiri penampilan pagi itu.

Tentang Lagu O Sole Mio

Kota Napoli, sumber gambar: Haluan Lifestyle

O Sole Mio adalah lagu Italia yang sangat digemari. Bahkan seperti menjadi ‘lagu wajib’ bagi orang Napoli.

Menggunakan bahasa dialek Napoli lagu ini diciptakan oleh Giovanni Capurro (1898), dengan komposisi melodi oleh Eduardo di Capua dan Alfredo Mazzucchi.

Almarhum Elvis Presley pernah mempopulerkan lagu ini kembali dengan menggunakan irama O Sole Mio untuk lagu Its Now or Never pada tahun 1960.

Lagu ini memiliki syair yang demikian puitis yang menggambarkan perasaan yang mendalam tentang kerinduan, pengabdian dan kegembiraan saat berada di tengah orang yang dicintai.

Sole Mio artinya Matahariku. Mungkin matahari digunakan penciptanya karena Napoli adalah daerah di Italia yang berlimpah sinar matahari.

Mengapa matahari dipakai sebagai lambang cinta? Kemunculan sinar matahari selalu memberikan kehangatan, harapan dan kegembiraan pada manusia. Sinar matahari adalah lambang optimisme kita untuk melangkah ke depan

Matahari juga lambang dari sebuah kesetiaan. Bukankah dia tak henti menyinari kita di saat dan jam yang sama selama berabad abad? Kemunculannya adalah ibarat kesetiaan dan janji yang selalu ditepati. Tak berlebihan jika beberapa penyair mengatakan bahwa mentari adalah gambaran dari sosok yang tak pernah ingkar janji.

Lewat lagu ini pengarangnya seolah menggambarkan bahwa begitulah seharusnya cinta. Ia memberikan kegembiraan, kehangatan, kekuatan dan optimisme dengan penuh kesetiaan pada orang yang dicintai.

Wisuda saat berbagi kebahagiaan bersama orang orang tercinta, dokumentasi pribadi

Membawakan lagu ini di kala wisuda seperti kemarin terasa begitu tepat. Bukankah dalam wisuda kita berkumpul dengan orang-orang yang kita cintai? Teman, ayah, ibu atau bahkan adik juga kakak. 

Dalam acara tersebut kita bisa saling berbagi rasa gembira. Ada keakraban dan optimisme dalam wisuda. Ya, di antara kehangatan hari itu terucap optimisme wisudawan dan wisudawati dalam sebuah janji yang berkali- kali diucap. See you on the top. Semoga kita bertemu lagi dalam prestasi yang lebih baik

O Sole Mio…

Baca juga:

Karena tidak bisa memvideo secara lengkap yuk tetap kita nikmati lagu legendaris ini lewat Il Volo😊

Semangat dalam Kelezatan Sepiring Rujak Cingur

Hari sudah menunjukkan sekitar pukul dua belas ketika kendaraan yang kami naiki memasuki area rumah makan. Aha, sebuah tulisan terpampang besar dengan aneka hidangan yang menggoda. Ada gado-gado, rujak cingur, ayam penyet… Hemmm….membacanya saja membuat cacing cacing di perut kami seolah menari-nari.

Berlima kami duduk memutar. 

“Pesan apa, ?” tanya salah seorang teman.

“Saya rujak ,” jawab  saya. Sudah lama sekali rasanya saya tidak menikmati hidangan satu ini.

“Saya juga rujak,” jawab satu teman lagi dan ternyata diikuti oleh teman yang lain. 

Akhirnya kompak, hari itu kami semua memesan rujak. Ada yang tidak pedas, ada yang pedas, ada juga yang puedass. 

Berbagai hidangan yang disajikan, dokumentasi pribadi

Nah, yang terakhir ini memang sangat cocok di jam siang hari. Buat penghilang ngantuk.. he..he…

Tak berapa lama lima piring rujak cingur sudah terhidang di depan kami. Amboi, porsinya lumayan besar dengan tampilan yang menggiurkan. Bumbu kacangnya demikian melimpah membalut sayuran, potongan lauk yang berisi tahu, tempe, cingur dan tak ketinggalan potongan buah.

Hadirnya satu piring penuh kerupuk parabola dan minuman menemani kami  mengeksekusi rujak cingur siang itu.

Rujak cingur , dokumentasi pribadi
Kerupuk parabola pelengkap sajian rujak cingur, dokumentasi pribadi

Tentang Rujak Cingur

Rujak cingur, sumber gambar: Kilat Purwakarta

Rujak cingur adalah satu jenis makanan  tradisional dari Surabaya. Karenanya makanan ini sangat mudah ditemukan di daerah-daerah di Jawa Timur.

Cingur berarti mulut, dan dalam hal ini yang digunakan adalah mulut sapi yang direbus dengan bumbu dan dimasukkan dalam hidangan rujak.

Menurut sejarah, rujak ini dibawa oleh para pendatang dari Madura ke Surabaya sekitar tahun 1930. Pada mulanya hidangan rujak cingur menggunakan petis asli Madura yang terbuat dari ikan cakalang. Tapi sesudah masuk ke Jawa petis ikan cakalang diganti dengan petis udang.

Rujak cingur terdiri atas aneka lauk yaitu tempe, tahu, kadang juga menjes dan cingur, dicampur dengan aneka sayur seperti kangkung, bayam atau kobis dan taoge serta aneka buah.

Semua bahan makanan tersebut lalu diberi bumbu yang terbuat dari kacang tanah yang digoreng lalu dihaluskan, gula merah, petis, asam, bawang , cabai dan serutan pisang biji yang masih muda (pisang kluthuk). Yang terakhir ini membuat rujak cingur mempunyai aroma yang sedap dan sangat khas.

Membuat bumbu rujak cingur, sumber gambar: makanmana

Ada dua cara menyajikan rujak cingur yaitu “matengan” dan “biasa”. “Matengan” maksudnya bahan makanan yang dipakai semua sudah direbus atau digoreng, jadi berisi sayur, lauk ,tanpa buah buahan, sedangkan “biasa” berarti dengan menggunakan aneka buah buahan seperti nanas, bengkoang, mangga muda juga mentimun.

Jika rujak dihidangkan tanpa cingur namanya menjadi rujak uleg.

Waktu terus berjalan, tak terasa sepiring rujak sudah kami habiskan. 

Rasa rujak cingur yang pedas, sedap, manis dan lezat membuat pembicaraan mengalir tak henti henti. Tentang sekolah, anak-anak ataupun berbagai macam isu terkini. 

Menikmati rujak cingur, dokumentasi pribadi

Benar kata para ahli, makan bukan hanya sekedar memberikan energi, tapi ada kebahagiaan yang ditimbulkan dari tiap suapan makanan yang kita nikmati.

Siang hari yang panas, rehat sebentar bersama teman dan sepiring rujak membuat kepala menjadi segar dan bersemangat kembali untuk mengerjakan berbagai tugas yang menanti.

Salam Rujak Cingur…😃