Selamat Hari Guru.
Peringatan Hari Guru selalu istimewa. Betapa tidak? Bunga dan ucapan bertebaran di mana-mana. Dengan senyum hangat siswa memberikan setangkai bunga disertai kartu ucapan dengan tulisan tangan mereka. Manis sekali.
Hal lain yang istimewa adalah kami para guru menjadi petugas upacara. Ya, tugas yang biasanya dilaksanakan siswa bergantian setiap kelas, hari itu dilaksanakan oleh para guru.
Mulai dari komandan, ajudan, danton, pengibar bendera, membaca teks Pancasila dan UUD 1945, termasuk juga paduan suara.
Dalam upacara hari guru kali ini saya bertugas menjadi tim paduan suara bersama bapak/ibu guru yang lain.
Sebuah tugas yang sangat menyenangkan. Terutama saat menyanyikan lagu Hymne Guru dan Terima Kasihku. Ya, kedua lagu itu selalu mengingatkan saya pada sosok-sosok guru saya. Guru-guru hebat yang membuat saya mengikuti jejak beliau semua.
Seiring berkumandangnya lagu-lagu itu, kenangan akan Bapak dan Ibu guru saya langsung terlintas satu demi satu.
***

Berawal dari guru-guru SD saya. Kelas satu saya diajar oleh kepala sekolah. Bapak Chasir namanya. Biasanya guru kelas satu adalah ibu guru, tapi tidak dengan SD saya.
Bapak Chasir mengajar dengan menggunakan Bahasa Jawa. Sebuah tongkat kecil selalu ada di tangan beliau. Kadang untuk menunjuk tulisan di papan tulis, kadang juga untuk memukul papan tulis jika kami ramai.
Meskipun sabar, beliau sangat tegas, sehingga kelas “sirep” saat diajar beliau. Bapak Chasir mengajar kami membaca dari nol. Ya, saat itu keluar dari TK kami hanya kenal beberapa huruf, sama sekali belum bisa membaca.
Dengan telaten Pak Chasir mengajar mulai dari mengenal huruf, suku kata hingga kalimat sederhana.
Selain Bapak Chasir, semua guru SD saya yang merupakan guru kelas mempunyai keunikan masing-masing. Ibu Sur yang suka matematika, Bapak Suhud yang pintar mendongeng dan suka pelajaran sejarah, Ibu Susiana yang pintar menyanyi dan membuat kami semua hafal sebagian besar lagu-lagu Nasional, juga Ibu Sunarti yang suka Bahasa dan kerap meminta kami untuk menulis halus dan mengarang.

Masuk ke jenjang SMP, saya menghadapi guru pengajar yang semakin banyak. Ya, tidak seperti di SD, sekarang satu mapel diajar oleh satu guru.
Guru yang meninggalkan kesan yang begitu dalam bagi saya adalah Ibu Sudarmilah. Guru matematika sekaligus wali kelas saya yang sangat disiplin dan konsisten.
Tugas-tugas dari Ibu Sudarmilah selalu banyak, karena menurut beliau matematika adalah latihan dan latihan. Tanpa latihan kita tidak akan pintar matematika.
Meski banyak tugas, yang saya salut semua tugas selalu diperiksa, dan dibahas, bahkan ditandatangani di akhir bab. Jadi kami benar- benar mengerjakan tugas- tugas tersebut, alias tidak berani sembrono.
Selain Ibu Sudarmilah guru Bahasa Inggris selalu membangkitkan kenangan dalam benak saya.
Pak Siswondho guru bahasa Inggris kami yang mengajar kami lagu Edelweiss. Sebuah lagu yang membuat saya cinta pada pelajaran Bahasa Inggris. Bukan hanya karena terpikat oleh syairnya, lagu itu kesukaan bapak saya.
Masuk SMA saya mendapatkan guru matematika yang “keras” juga. Namanya Bu Hastuti. Tapi justru karena Ibu Hastuti saya akhirnya masuk kuliah di jurusan matematika, meski sebenarnya mapel yang benar-benar saya sukai adalah sejarah dan Bahasa Inggris.
Tentang Bahasa Inggris, guru saya Pak Bambang benar-benar istimewa. Pembelajarannya selalu menarik, plus pintar berimprovisasi dalam pembelajaran, misal dengan menirukan suara Pak Raden yang ada di film Si Unyil.
Satu lagu yang selalu membuat saya teringat beliau adalah The Way We were dari Barbara Streisand. Lagu ini sering beliau nyanyikan di event-event tertentu misalnya gebyar seni.
Lulus SMA saya masuk IKIP Malang jurusan Matematika, dan akhirnya menjadi guru matematika hingga sekarang.
Saat reuni SMA lintas angkatan setahun yang lalu, saya bertemu dengan Pak Bambang guru Bahasa Inggris saya. Sungguh saat yang sangat mengharukan ketika saya salim pada beliau dan beliau memanggil saya dengan akrab.
“Yuli Anita, kamu di mana sekarang,”
“Saya di Malang, jadi guru SMP, Pak,” jawab saya senang.
“Oh ya, ngajar apa?” tanya beliau surprise.
“Matematika,” jawab saya lagi
“Kok matematika? Ha…ha..,”
Saya ikut tertawa mendengar komentar beliau kala itu, mungkin maksudnya kok bukan Bahasa Inggris seperti beliau.
***

Perayaan hari guru hari ini juga ditandai dengan pemberian award untuk guru-guru dengan kategori tertentu. Ada guru terdisiplin, terkreatif, terkeren, bahkan Teacher of the Year. Penentuan guru yang terpilih diambil dari hasil polling suara siswa.
Suasana demikian meriah ketika guru-guru yang mendapat award maju ke depan diiringi tepuk tangan siswa.
Kini, saya menyadari bahwa setiap kali saya berdiri di depan kelas, berinteraksi dengan siswa, ada sedikit dari Pak Chasir dalam kesabaran saya, dari Bu Sudarmilah dalam kedisiplinan saya, dan dari Pak Bambang dalam keceriaan mengajar saya.
Mereka telah menyerahkan tongkat estafet ini tanpa saya sadari. Dan hari ini, dengan menjadi bagian dari lagu Hymne Guru, saya pun turut mengalirkan inspirasi itu untuk generasi berikutnya, menyanyikan kembali Terima Kasihku yang tak terhingga untuk para pahlawan tanpa tanda jasa dalam hidup saya.
- Catatan Kecil di Kala Hujan, Dari Atap Bocor hingga Listrik Njeglek - November 27, 2025
- Konsultasi Pengisian Survey IPLM ke Perpustakaan Umum Kota Malang - November 27, 2025
- Terima Kasihku Untukmu, Guru-guruku - November 26, 2025
