Sekotak Bekal Penuh Rasa Cinta

“Le, hari ini ibuk tidak masak, kemarin belum ngisi kulkas. Nanti beli soto saja ya,” kata saya  pagi itu. Jam sudah menunjukkan pukul 06.20. Saya harus cepat cepat berangkat.

Hari Senin selalu identik dengan ketergesaan dan agak malas. Badan rasanya masih mager. 

 Mungkin masih terbawa dengan libur dua hari kemarin. Apalagi suasana  kota Malang sekarang sedang dingin-dinginnya. 

Katanya jika di daerah lain di Indonesia ada dua musim, yaitu kemarau dan hujan, maka di Malang ada tiga musim yaitu kemarau, hujan dan musim maba. 

Musim maba atau mahasiswa baru setiap sekitar Agustus selalu ditandai dengan bediding alis hawa yang begitu dingin. Musim yang membuat tidur terasa enak tapi juga agak malas berkegiatan. Inilah yang menyebabkan kemarin sore kami tidak belanja ke pasar sehingga kulkas jadi kosong.

“Iya Buk, nanti aku belanjakan saja,” kata anak saya.

“Tidak beli soto?” tanya saya .

“Kami masak saja,” jawab anak saya.

“Pinter,” jawab saya sambil tersenyum.

Saya mengambil sejumlah uang di dompet lalu saya berikan pada “anak lanang”.

“Beli tempe, tahu, sayur, lombok, tomat, jangan lupa telor,” kata saya. 

Setelah sedikit memberikan pesan yang lain-lain, bergegas saya menuju sepeda motor yang sudah siap di depan.

Sekitar jam sembilan pagi tiba-tiba sebuah pesan masuk lewat WhatsApp saya.

 Dari anak saya yang kecil. 

“Buk, bekal buat ibuk tak anter ya,” kata pesan itu.

Saya tersenyum, anak- anak tahu kalau saya sering lupa makan, makanya sampai dibuatkan bekal.

Bekal hari itu, dokumentasi pribadi

“Lho kok dibuatkan bekal barang, siapa yang masak?” tanya saya .

“Mas tadi masak, ini tinggal anter, sekalian ke kampus,” jawabnya.

Aih, saya sungguh terharu.

“Iya Le, sampai satpam ibuk di misscall ya,”

Singkat kata bekal sudah sampai ke tangan saya. Sesudah saya letakkan di meja, saya kembali mengajar. Jam sepuluh, ketika saat istirahat tiba, saya segera ke ruang guru untuk menikmati bekal tadi 

Kok ‘antep’ ya, pikir saya sambil membuka tas tempat bekal. Setelah bekal saya keluarkan, olala, ternyata memang diletakkan dalam tupperware besar. Tempat makan bundar dengan diameter kira-kira 25 cm dan ketebalan 5 cm itu penuh dengan makanan. 

Nasi, sambal goreng tempe tahu kecap dan oseng sawi. Hmm, pintar sekali.  Nasinya ditekan- tekan supaya padat sehingga muat nasi banyak. Ooh, ini yang membuat bekal terasa antep, pikir saya.

Ada empat ruang dalam Tupperware. Ruang paling besar diisi nasi, kedua dan ketiga diisi oseng tempe tahu dan sawi dan yang ke empat juga lauk, tapi bentuknya agak lain. 

Saya cermati benar- benar lauk tersebut . Warnanya kuning kecoklatan dengan bentuk persegi. Seperti nugget. Tapi bukan.. kalau nugget ini terlalu lembek..

Setelah saya teliti lagi, alamak, ternyata kue kabin yang bercampur dengan kuah kecap dari sambel goreng tempe tahu.

Kok aneh ya? Karena penasaran, saya segera whatsapp anak saya. “Le, terima kasih bekalnya ya.., enak,”

” He..he.., iya Buk, tadi di bekal juga ada kue kabin. Ibuk kan suka kabin. Buat camilannya..,”

Belum sempat bertanya, ternyata sudah dijelaskan tentang isi tupperware tadi. 

Lucu sekali. Seperti anak kecil saja. Dalam bekal diisi camilan pula. Rupanya ketika bekal diantar ke sekolah, Si Mas lupa pesan pada adiknya supaya berhati- hati membawanya, agar kuah sambel goreng kecap tidak bercampur dengan kabin.

Alhamdulillah sarapan yang lezat dengan bekal yang dikirimi anak lanang. Sekotak bekal yang dibuat dengan penuh cinta.. ada kabin kuah kecapnya pula…

Salam Kompasiana 

Yuli Anita

Leave a Comment

Your email address will not be published.

18 views