Mudik? Jangan Lupa Mampir ke Sini Jika Berada di Kota Malang

Lebaran tinggal satu hari lagi. Apakah di antara sahabat Kompasiana ada yang mempunyai rencana mudik? 

 Aih, sungguh sesuatu yang sangat menyenangkan. Mudik berarti bertemu dengan orang tua, sanak keluarga dan handai taulan yang tentunya membawa kebahagiaan tersendiri bagi kita.

Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum mudik, di antaranya kondisi fisik yang bagus, kondisi kendaraan yang prima jika kebetulan membawa kendaraan sendiri, selalu menjaga kondisi badan dengan istirahat yang cukup. Jika sudah lelah tak ada salahnya untuk istirahat sejenak.

Bagi sahabat Kompasiana yang kebetulan lewat atau istirahat sejenak di kota Malang, ada beberapa tempat yang sayang sekali jika tidak dilewati atau dikunjungi. 

Tempat-tempat tersebut berlokasi di pusat kota dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Di mana sajakah itu?

1. Kayoetangan. 

Tempat wisata dengan nuansa Heritage ini menyajikan pemandangan yang indah. Toko-toko dengan nuansa lawas, live musik di beberapa tempat yang akan memanjakan telinga kita. Ada yang menyajikan musik pop, rock, campursari, bahkan saat bulan puasa seperti ini ada juga yang menyajikan sholawatan.

2. Alun-alun Tugu

Alun-alun yang merupakan pusat pemerintahan Kota Malang ini menyajikan pemandangan yang begitu indah. Aneka bunga dan kolam besar yang penuh bunga teratai di sekitar Tugu membuat suasana terasa adem. Apalagi ketika pagi hari di mana air mancurnya dihidupkan.

3. Alun-alun Jl. Merdeka atau kami menamakannya Alun-alun Jamik.

Di alun-alun ini banyak terdapat wahana bermain bagi anak-anak, juga tempat untuk duduk-duduk. Di sekitar Alun-alun terdapat dua bangunan tempat ibadah yang begitu besar yaitu Masjid Jamik dan Gereja Immanuel. Kedua bangunan berdiri kokoh  berdampingan menunjukkan kentalnya nuansa toleransi di Kota Malang.

4. Ijen Boulevard.

Nah, ini adalah salah satu ikon kota Malang. Sepanjang Jalan Ijen kita akan disambut dengan lambaian ramah daun-daun pohon palem raja yang berjajar indah di sepanjang Jalan Ijen.

Demikian tempat-tempat yang sayang untuk dilewatkan jika sahabat Kompasiana mampir ke Kota Malang. 

Jadi… ayo mampir dan menikmati keindahan  kota Malang. Eh, siapa tahu kita bisa kopi darat juga… 

Salam dari Kota Malang..:)

Kajoetangan Heritage, Sebuah Perjalanan yang Tak Terlupakan

Kayutangan selalu menyimpan banyak cerita. Siang ini selepas Dhuhur kami menginjakkan kaki kembali di Kajoetangan. Salah satu destinasi wisata kebanggaan Arema ini kembali menyapa kedatangan kami.

Berfoto di Kajoetangan, dokumentasi pribadi

Sepeda motor kami parkir di depan Telkom dan… perjalanan pun dimulai. Berenam, kami teman satu alumni SD Bareng menuju Kampoeng Kajoetangan Heritage kota Malang.

Menuju Kampoeng Kajoetangan Heritage, dokumentasi pribadi

Di depan gang kami segera mengisi buku tamu. Ada tanda masuk yang harus dibayar. Tidak mahal, cukup lima ribu rupiah. Tapi sebagai gantinya kami mendapat foto bangunan di Kampoeng Kajoetangan tempo dulu.

Mengisi buku tamu, dokumentasi pribadi

Setelah mengisi buku tamu kamipun terus berjalan di gang besar yang membawa kami menuju tempat-tempat yang lain. Tiba-tiba seorang ibu dengan ramah mengajukan toples yang berisi kue kering. “Monggo, onbitjkoek,” kata Si Ibu.

Onbitjkoek, dokumentasi pribadi

Kami mengambilnya masing-masing satu. Aih, sambutan yang manis, pikir kami.

Di Kampoeng Kajoetangan Heritage, dokumentasi pribadi
Di Kampoeng Kajoetangan Heritage, dokumentasi pribadi

Berjalan di sepanjang Kampoeng Kajoetangan, melewati jembatan dekat sungai, melihat rumah tua dan pernak perniknya adalah sebuah pesona tersendiri. Di beberapa tempat selalu kami sempatkan berfoto bersama. Biasalah, emak-emak. Soal foto pasti nomor satu. Tak perlu ditanya lagi.

Berfoto ala emak emak, dokumentasi pribadi
Di sebuah rumah tua, dokumentasi pribadi

Kampung yang pernah mendapatkan penghargaan dari Menparekraf Sandiaga Uno sebagai salah satu dari 75 Desa Wisata Terbaik Indonesia Bangkit ini terus berbenah untuk menjadi destinasi wisata yang semakin menarik.

Penghargaan dari Menparekraf Sandiaga Uno untuk Kampoeng Kajoetangan Heritage, dokumentasi pribadi

Hanya sayang siang ini tidak begitu banyak yang bisa kami lihat. Seandainya kami datang sore atau lebih pagi mungkin banyak hal yang bisa kami eksplor. Seperti rumah Jacoeb, atau para penjual yang berada di Kampoeng Kajoetangan.

Rumah Jacoeb, salah satu rumah tua di Kampoeng Kajoetangan Heritage, dokumentasi pribadi

Lelah berkeliling Kampoeng, sekitar pukul setengah dua siang kami segera keluar. Namun sebelum pulang, kami sempatkan dulu mampir ke bakso Telkom yang berada tak jauh dari Kampoeng Kajoetangan.

Hangatnya bakso Telkom, dokumentasi pribadi Nor

Hmm, bakso yang lezat dan harga yang bersahabat menutup perjalanan kami siang itu.

Ya, sebuah perjalanan yang tak terlupakan. Perjalanan yang manis, semanis persahabatan dan keakraban yang terjalin di antara kami selama ini.

Jalan-jalan Sekitar Kajoetangan Sehari Jelang Ramadhan

Suasana jalan tidak begitu ramai pagi itu. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Berempat kami naik sepeda motor berputar-putar sekitar kota Malang.

Sehari menjelang Ramadhan adik dan keluarganya datang ke Malang. Di samping ada agenda mengunjungi teman -temannya, yang tak kalah penting adalah nyekar ke makam ibuk dan bapak.

Kami berboncengan dua dua. Jalan Kawi yang biasanya dipadati kendaraan tampak sepi. Sepeda motor kami melaju bebas, dan Kajoetangan menjadi tujuan utamanya.

Kawasan Kajoetangan, sumber gambar : Terrakota

Di dekat jembatan penyeberangan Kajoetangan sepeda motor kami parkir, dan kami berjalan sepanjang trotoar.

Lama sekali tidak merasakan hawa Kajoetangan bersama adik. Padahal Kajoetangan menyimpan ribuan kenangan bagi kami.

Kami pernah tinggal di daerah Kajoetangan sekitar tahun 1990 selama dua tahun. Jadi daerah daerah kampung Kajoetangan juga toko-toko yang berderet di sepanjang Kajoetangan terasa begitu akrab bagi kami.

Tentunya banyak yang berubah. Seperti Rajabally yang dulu menjadi ikon Kajoetangan sekarang berubah menjadi Cafe Lafayette.

Tempat berfoto yang asyik, dokumentasi pribadi

Kajoetangan semakin cantik. Dengan pembenahan di sana-sini kawasan ini menjadi tempat yang asyik untuk berfoto ria. Bahkan sering dipakai sebagai lokasi foto prewedding oleh pasangan yang akan menikah.

Berfoto di Kajoetangan, dokumentasi pribadi

Bangku-bangku dan lampu taman yang berjejer berpadu dengan kedai kopi atau tempat berjualan makanan yang ditata dengan apik membuat suasana heritage semakin terasa.

Berfoto di Kajoetangan, dokumentasi pribadi

Mengapa daerah ini dinamakan Kajoetangan?

Kawasan ini sebelumnya bernama Jl. Jend Basuki Rachmat. Dikembalikan lagi ke nama Kajoetangan sejak walikota Pak Sutiaji.

Ada empat alasan berbeda yang membuat daerah ini dinamakan Kajoetangan. Alasan tersebut adalah:

Pertama : daerah ini dinamakan Kajoetangan karena sebelum tahun 1914 terdapat petunjuk lalu lintas berbentuk telapak tangan dan terbuat dari kayu. Petunjuk tersebut berada disebelah timur pertigaan Jalan Oro-Oro Dowo dan Kajoetangan.

Penunjuk jalan yang dulunya dari kayu berbentuk tangan, sumber gambar: Malang Voice

Kedua : dinamakan Kajoetangan karena di kawasan ini banyak pohon berderet di sepanjang jalan yang menyerupai deretan tubuh manusia. Tangkai pepohonan seakan tangan yang menjulur ke arah jalan.

Ketiga: dinamakan Kajoetangan karena terdapat pohon yang menyerupai tangan di ujung jalan menuju arah Alun-Alun. Ketika itu kawasan Alun-Alun Jalan Merdeka mulai berkembang.

Keempat, menurut keterangan Oei Hiem Hwie, seorang warga asli Malang, sewaktu ia masih kecil, jalan-jalan di kawasan ini banyak ditanami pohon yang daunnya berbentuk aneh. Daun mirip telapak tangan yang mengembang.

Bahwa kayu tangan adalah nama tanaman, ternyata disebutkan di dalam buku botani ilmiah berbahasa Belanda berjudul Nieuw Plantkundig Woordenboek voor Nederlandsch Indië.

Dalam buku tersebut diterangkan bahwa tanaman “kayu tangan” memiliki nama ilmiah Euphorbia Tirucalli L.

Disebutkan pula bahwa masyarakat Jawa menamakan tanaman ini dengan kayu tangan dikarenakan ketika tanaman ini tumbuh bentuknya mirip dengan tangan.

Depan sebuah cafe, dokumentasi pribadi

Berempat kami bergantian foto di sepanjang jalan Kajoetangan. Hawa yang sejuk dan sangat bersahabat membuat jalan-jalan tak terasa melelahkan. Hanya sayang pagi itu tidak ada konser musik seperti yang kami harapkan.

Ya, Kajoetangan adalah salah satu tempat warga Malang unjuk seni. Karenanya di salah satu bagian Kajoetangan terdapat jadwal pagelaran musik di Kajoetangan.

Jadwal pagelaran musik di Kajoetangan, dokumentasi pribadi

Matahari semakin naik, ketika jam menunjukkan sekitar pukul setengah sepuluh jalan- jalan pun diakhiri.

Kami segera menuju parkiran mengambil sepeda. Lalu- lalang kendaraan mulai banyak. Kajoetangan terus berbenah. Perubahan terjadi di mana-mana. Pada kampung-kampungnya, juga toko-tokonya yang beberapa beralih usaha.

Ya, perubahan adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada yang tidak berubah selain dari perubahan itu sendiri.

Salam satu jiwa….😊

Sumber bacaan :

https://www.terakota.id/asal-usul-nama-jalan-kayutangan-kota-malang/