Dalam Bilik Suara

“Ayo.., ndang nyoblos..,” teriakan Mbak Sur warga RT 20 kampung Manggis sudah terdengar berapi-api. 

Hari sudah menunjukkan pukul sembilan. Mbak Sur sudah rapi dan siap pergi ke TPS bersama Mbak Menik dan Mbak Susi.

Ketiganya dengan dandanan yang simpel tapi cantik sudah siap berangkat ke TPS 11 yang berlokasi di sebuah SD di dekat rumah 

“Mbak Diin, Mbak Kholif.., ayo budhal…,” teriak Mbak Sur menambahkan. Blouse pink kembang-kembang dengan celana hitam membuat penampilannya pagi itu begitu cerah.

Ya, ini adalah hari istimewa. Hari dimana warganegara berhak menggunakan hak pilihnya untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin daerah. 

Hak yang benar- benar harus dimanfaatkan karena akan menentukan arah pembangunan lima tahun ke depan, itu pesan guru PMP nya dulu.

Dari jendela sebuah rumah sesosok wajah muncul. “Aku nanti Mbak, lodehku belum mateng,” kata sang pemilik wajah.

“Oke, aman Mbak Dina…, silakan melodeh…, aku duluan ya..,” jawab Mbak Sur sambil terus melanjutkan perjalanan.

Suasana TPS sudah ramai. Beberapa petugas dan linmas sudah bersiap di tempat masing-masing.

“Nyoblos, Mbak Sur?” sapa seseorang berseragam linmas.

“Oalah, iya … Anton, pangling aku,” jawab Mbak Sur pada Anton sambil terus menuju meja pendaftaran. Anton adalah temannya semasa SD.

Usai mendapat surat suara Mbak Sur, Mbak Menik dan Mbak Susi menuju bilik suara. Dua surat suara dibuka perlahan, dan ..

“Bismillah,” tanpa ragu mereka mencoblos salah satu gambar.

Surat suara dilipat dan bergantian ketiganya memasukkannya ke dalam kotak suara yang dijaga oleh petugas.

Sumber gambar: detik.com

Sesudah surat suara masuk kotak, ketiganya dipersilahkan memasukkan kelingking dalam botol tinta.

“Foto dulu..,” ajak Mbak Sur ketika mereka keluar dari TPS.

“Ton, tolong foto sebentar,” kata Mbak Sur sambil menyerahkan HP nya pada Anton.

Ketiga wanita itupun mengambil tempat di dekat spanduk pilkada.

“Oke..,” Anton Sang Linmas segera mengambil posisi sementara Mbak Sur dan teman-teman mulai bergaya.

“Satu… Dua…,”

“Ciiiiiiz,” 

Senyum ketiganya mengembang.

“Ssst, tadi milih siapa?” tanya Mbak Menik dalam perjalanan pulang.

“Yo jelas nomor empat lah…, kemarin kita kan dapat bingkisan dari dia..,” jawab Mbak Susi cepat.

Gambar by AI (Ony)

Ya, seminggu yang lalu calon nomor empat memberikan bingkisan pada ibu ibu PKK Kampung Manggis berupa daster batik. Lumayan… apalagi hawa sedang panas- panasnya..

“Ho’oh, sama, aku ya nomor empat..” jawab Mbak Menik.

Mbak Sur membetulkan kerudungnya yang tertiup angin.

“Mbak Sur nyoblos nomor berapa? Sama toh?”tanya Mbak Susi. Mbak Susi ingat waktu penerimaan daster Mbak Sur juga ikut antri.

Mbak Sur mengangguk sambil tersenyum.

Dalam benaknya tiba- tiba terbayang ketika semalam Pardi adiknya yang menjadi timses calon nomor lima datang ke rumah sambil mengirim beras lima kilo, minyak dan amplop berisi uang.

Mbak Sur terkejut saat itu. “Kok banyak, Di?” katanya pada Pardi.

“Rapopo Mbak, pilih nomor lima ya,” 

Mbak Susi dan Mbak Menik masih ngobrol dan semakin seru.

“Mbak Sur kok ngelamun, se?”suara Mbak Menik membuyarkan lamunan Mbak Sur. 

“Eh, enggak…, aku tiba tiba ingat tadi komporku apa sudah kumatikan ya?” kilah Mbak Sur terkejut.

“Halah, bahaya ini.. ayo cepet pulang..,” kata Mbak Susi.

Bergegas ketiganya menuju rumah. 

Sampai di rumah Mbak Sur berganti daster. 

Mbak Sur tersenyum kecil. Daster bingkisan seminggu yang lalu. Ya, apapun yang diberikan, di dalam bilik yang tahu hanya aku dan Tuhan, bisik hatinya.

Yuli Anita

Leave a Comment

Your email address will not be published.

10 views