Bersama Podomoro, Perayaan Maulid Nabi Terasa Kian Hangat dan Berkah

Berkali kali saya melihat arloji di pergelangan tangan. Jam menunjukkan hampir pukul delapan. Lalu lalang kendaraan di depan sekolah kian siang kian ramai. “Belum datang ya?” pikir saya gelisah.

Namun kegelisahan itu tidak berumur panjang karena tak lama kemudian seorang pengemudi kendaraan bermotor moda daring berhenti di depan sekolah sambil membawa sebuah kresek besar.

Pasti itu, pikir saya. Tanpa pikir panjang saya menuju gerbang sekolah dan menerima kresek besar tersebut. Tepat. Ada nama saya di sana.

Setelah membayar ongkos pengiriman saya segera menuju ruang guru dengan membawa tas tersebut. 

“Alhamdulillah, sudah datang!” kata saya yang disambut dengan beberapa teman yang membawa semacam baki dan penjepit makanan. 

Siap menikmati hidangan podomoro, dokumentasi pribadi

Kresek kami buka dan taraaaa, tak menunggu lama aneka gorengan sudah berpindah dari kresek ke baki untuk disandingkan bersama hidangan yang lain.

Seperti biasanya gempita perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di sekolah kami selalu diisi dengan sholawatan, pengajian dan yang terakhir makan-makan. 

Jika para siswa makan bersama di kelas dengan bekal makanan yang sudah dibawa dari rumah, kami para guru juga mengadakan acara makan bersama. Supaya tidak terlalu ribet dan semua bisa ikut berbagi, acara makan kali ini dilakukan dengan cara “podomoro”. Aih apa pula ini?

Podomoro berasal dari bahasa Jawa yang berarti sama- sama datang. Dalam konteks ini difokuskan yang datang adalah makanannya. Jadi dalam pelaksanaan podomoro ini tiap kelompok mapel membawa makanan sendiri-sendiri yang nanti digabungkan di meja makan kemudian dimakan bersama. 

Agar makanan yang dibawa tidak sama, maka sebelumnya kami buat list di grup sehingga hidangan bisa saling menyesuaikan. 

Menata hidangan, dokumentasi pribadi

Dari kelompok saya sendiri yaitu matematika, kami membawa aneka gorengan dan peyek. Nah, kebetulan yang bertugas pesan gorengan dari kelompok matematika adalah saya, sejak pagi saya menunggu pesanan gorengan diantar ke sekolah.

Dalam bahasa kerennya podomoro ini dinamakan juga potluck. Potluck dalam segi bahasa artinya seadanya, jadi tiap peserta boleh membawa hidangan sesuai kemampuannya alias tidak memberatkan.

Untuk pesta pesta yang bernuansa sederhana dan akrab, potluck ini sering dilakukan. Biasanya disela-sela potluck disisipi game-game yang menyenangkan.

Dengan potluck, podomoro ataupun botram (Sunda) penghematan bisa dilakukan karena biaya konsumsi ditanggung bersama-sama. Podomoro juga bisa membuat suasana terasa hangat apalagi ketika kami mempromosikan hidangan yang kami bawa.

“Ayo, monggo gorengan khas Bareng..”

“Ayo diicipi oseng ikan asin petai, kelompok kami buat sendiri tadi..,”

“Peyeknya kami buat sendiri lho…,”

“Sayur pedesnya.., Wenak, mantap..,”

“Pala Pendem..pala pendem..,”

Aneka pala Pendem, dokumentasi pribadi

Aha. Suasana pun semakin semarak dengan pesta podomoro atau potluck ala kami. Meja guru berubah menjadi buffet penuh warna dengan aneka hidangan  yang menggugah selera. Kami saling mencicipi, memuji, dan berbagi cerita di balik setiap masakan. 

Sungguh, podomoro membuat moment  Maulid Nabi terasa begitu istimewa, hangat, dan penuh berkah kebersamaan.

Yuli Anita

2 Comments

  1. Kehangatan, keakraban dan kasih sayang terlihat dalam keragaman menu podomoro… Semoga selalu sehat dan tetap semangat

  2. Susetyaningtyas

    Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing..Indahnya kebersamaan .. 👍👍👍

Leave a Comment

Your email address will not be published.

22 views