Karena Ucapan Adalah Doa

Sore itu selepas sholat Ashar kami duduk- duduk di mushola. Sambil menunggu jam pulang yaitu pukul tiga, kami biasanya ngobrol sebentar. Sambil melepas lelah dan membicarakan keunikan dan tingkah laku anak-anak hari ini. 

Di sekolah kami biasanya para bapak jamaah di masjid sedangkan ibu-ibu di musholla putri. Jarak ke masjid agak jauh, para ibu memilih musholla putri yang dekat dengan ruang guru. Otomatis yang ngobrol semua ibu guru, jadi suasananya selalu gayeng. 

“Bu, tahu tidak , saya kemarin dapat WhatsApp dari siswa saya angkatan 2006,” kata Bu Tri membuka percakapan.

“Oh ya?” seru kami tertarik. Tahun 2006, tentunya Bu Tri belum mengajar di sekolah kami sekarang. Beliau dimutasi di sekolah kami sejak empat tahun yang lalu.

 Bu Tri adalah senior kami. Orangnya ramah sekaligus rame. Pada anak-anak sangat dekat, namun tetap tegas. 

Ilustrasi mengajar di kelas, sumber gambar : Republika.co.id

Bagaimana tidak dekat, ketika seragam anak -anak jahitannya ‘dhedhel’ atau rusak, Bu Tri selalu menjadi penyelamat.  

“Cari pinjaman baju sana,” begitu kata beliau pada anak yang bajunya ‘dhedhel’.

Biasanya anak tersebut langsung mencari pinjaman baju dan menyerahkan bajunya tadi untuk diperbaiki Bu Tri.

 Oh ya, di sekolah kami biasanya anak-anak yang lulus menyumbangkan bajunya yang layak pakai ke sekolah, barangkali bisa dimanfaatkan untuk adik-adiknya. Jadi stok baju seragam lumayan banyak.

Karena yang sering bermasalah dengan seragam biasanya anak- anak yang aktifnya di atas rata-rata (tingkahnya luar biasa), mereka jadi sangat dekat dengan Bu Tri. Saat istirahat atau pulang mereka mampir ke Bu Tri yang selalu stand by di ruang koperasi sekolah.

Kembali ke cerita tadi Bu Tri kemudian membuka HPnya dan membacakan pesan dari mantan siswa tadi.

“Selamat pagi, Bu Tri, saya Astuti, siswa Ibu angkatan tahun 2006, yang dulu pernah disumpahi oleh, Ibu,” kata Bu Tri sambil menghentikan bacaannya. 

Mendengar kata ‘disumpahi’ membuat kami terkejut.

“Disumpahi bagaimana?” tanya saya ingin tahu. Bu Tri lalu melanjutkan membaca pesan di Hpnya.

“Dulu Ibu pernah menyumpahi saya karena saya selalu ramai di kelas, kata ibu mudah- mudahan saya nantinya jadi guru sejarah. Saya sekarang jadi guru sejarah, Bu, dan barusan diangkat P3K..,”

“Subhanallah..,” kata kami hampir bersamaan. Bu Tri tersenyum penuh haru sambil melanjutkan ceritanya. 

Jadi Astuti adalah siswa yang cukup ramai di kelas. Sebelum ada mapel IPS, di SMP ada mapel ekonomi, geografi dan sejarah, dan Bu Tri adalah guru mapel sejarah.

Ceritanya waktu itu Astuti duduk di kelas sembilan. Waktu pelajaran sejarah ia banyak bicara di kelas, tidak fokus ke pelajaran.

Karena tiap pelajaran sejarah Astuti berperilaku seperti itu, akhirnya Bu Tri mengingatkan Astuti, “Astuti, kalau kamu ngomong terus saja, Ibu doakan mudah-mudahan kamu jadi guru sejarah..” 

Astuti langsung diam sambil menahan senyum diikuti tawa teman-teman sekelas. 

Mungkin saat mengucapkan doa itu malaikat langsung mengamini atau bagaimana, tidak ada yang tahu. 

Lepas SMA Astuti kuliah mengambil jurusan kependidikan sejarah. Akhirnya Astuti  menjadi guru sejarah, dan tahun 2023 ini diangkat menjadi P3K. Mungkin karena bahagianya, Astuti langsung ingat Bu Tri.

Ilustrasi mengajar di kelas, sumber gambar: jabarekspres.com

Sebuah kisah yang lucu sekaligus mengharukan. Sebuah pelajaran bagi kami supaya hati-hati dalam berucap, karena kita tidak tahu dari mulut siapa doa atau ucapan akan dikabulkan. Sejengkel apapun, harus tetap berucap yang baik pada siswa, karena mereka anak-anak kita.  

Jam sudah menunjukkan pukul tiga lebih. Bergegas kami meninggalkan musholla putri untuk segera finger print dan pulang.

Dalam perjalanan menuju ruang guru tiba-tiba …deg .. saya ingat, dulu saya sering disetrap guru matematika saya saat SMA. Tapi lulus SMA saya masuk IKIP jurusan matematika, dan sekarang menjadi guru matematika.

Jangan jangan saya menjadi guru matematika karena doa beliau? He..he..

Sekedar catatan ringan.. selamat berhari Minggu…

Yuli Anita

Leave a Comment

Your email address will not be published.

70 views